Barang
branded kehadirannya emang menarik perhatian banyak orang. Nggak cuma
designnya yang kece dan kenyamanannya bila dipakai, barang branded
kadang begitu istimewa karena bisa meninggikan status sosial orang yang
memakainya. Bener nggak tuh, Generasi Z? Mau tau lebih jelasnya, yuk
simak penjelasan di bawah ini!
Katanya, menenteng tas dengan logo “kereta kuda” atau memakai sepatu
dengan logo “tanda centang” adalah sesuatu yang dianggap wah banget.
Apalagi kalau yang dipakai itu asli punya. Semua orang bakalan noleh dua
kali deh. Kalau udah begitu, terbesit rasa bangga dalam diri. Wajar
nggak itu sih, Generasi Z?
Well, hidup dijaman sekarang, pengakuan sosial menjadi hal yang nggak
boleh terlewat untuk dibicarakan. Semua orang berlomba-lomba tampil
dengan mengenakan item-item yang hitz dan bermerek. Mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki pokoknya harus ada mereknya. Tapi tentunya
untuk mendapatkan item bermerek itu, harus merogoh saku lebih dalam.
Bayangkan, untuk tas bermerek Hermes, Luis Vuitton, Gucci, kita kudu
ngeluarin uang puluhan sampai ratusan juta. Wah, mikir dua kali nggak
tuh untuk belinya? Tapi demi menyelamatkan gengsi dan status sosial,
tentu ada orang yang fine-fine saja menghabiskan uangnya untuk tampil
berkelas.
Nah, sebetulnya wajar nggak sih seseorang membeli barang bermerek hanya
untuk pengakuan status sosial? Well, itu tergantung sudut pandang yang
melihatnya. Konteks saat ini masyarakat mulai memasuki era
post-modernisme dimana antara kebutuhan dan keinginan telah berbaur
sehingga sulit untuk dibedakan. Masyarakat era kapitalisme cenderung
mengkonsumsi karena faktor irrasional, kebutuhan yang didasari gengsi
dan bukan semata untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Berbeda
dengan tipe masyarakat tradisional yang mengkonsumsi sesuatu karena
faktor kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. “Masyarakat konsumen ini
akan merasa ketinggalan zaman dan minder ketika tidak memiliki atau
membeli produk-produk terbaru, yang dipersepsi sebagai bagian identitas
atau simbol status masyarakat post-modernisme,” ucap Vieronica Varbi
Sununianti, dosen Sosiologi FISIP Universitas Sriwijaya.
Jadi, sesorang membeli barang tersebut bukan semata karena ingin membeli
fungsi pertama dari produk yang dibeli tersebut, tapi juga sebetulnya
untuk membeli fungsi lain, nilai pakai kedua sebuah produk seperti
prestise, kepentingan untuk memperoleh modal sosial sebagai tiket
jalinan relasi dengan per grup-nya, membeli kesan dan pengalaman, dan
lain-lain. “Melalui iklan dan budaya populer membuat masyarakat
terperangkap dan memiliki hasrat, sikap radikal tak terpuaskan. Terlebih
dukungan kuat teknologi informasi. Hal tersebut membuat konsumen seolah
masuk dalam perangkap impian dan dunia halusinasi yang memabukkan,”
lanjut Vieoronica.
Tapi, kenyataannya nggak mudah untuk membeli nya lho guys. Kendala uang
menjadi faktor utama, kendala itu lah yang terkadang bikin kita mencoba
menemukan alternatif lainnya. Salah satunya, membeli barang KW. Barang
KW ternyata banyak jenisnya juga lho. Mulai dari KW grade ori, KW super,
KW 1 dan masih banyak lagi. Membeli barang KW ini bisa membuat orang
tetap merasa bisa tampil berkelas meski nggak mengeluarkan banyak uang
sama halnya dengan memberi barang ori.
“Terkadang barang KW emang pilihan yang tepat kalau kita lagi nggak
punya uang buat beli yang ori. Contohnya saja untuk brand Adidas
Ultraboost Shoes, harga di website resminya tiga jutaan, tapi kalau yang
KW-nya ada yang seharga tiga ratus ribuan. Selama itu nyaman dipakai,
kenapa enggak? Lagian, aku bukan artis atau atlet yang jadi pusat
perhatian sehingga harus pake yang serba ori,” ucap Cindy Amelya,
Generasi Z dari SMK Negeri 1 Palembang.
Berbeda dari Cindy, Siti Kartika Sari, Generasi Z dari jurusan
Pendidikan Olahraga Universitas PGRI Palembang punya tanggapan berbeda
nih. Daripada membeli barang ori yang mahalnya kadang nggak masuk akal,
atau membeli barang KW, dia lebih suka produk lokal. “Kalau aku biasanya
suka beli brand Indonesia, walaupun mahal, kadang harganya masih bisa
dijangkau. Contohnya seperti sepatu, aku beli yang merek league atau
eagle,” tuturnya.
Yay!, membeli barang ori dengan harga selangit, barang KW agar terlihat
mirip ori, ataupun mau beli barang lokal, semua tergantung pilihan
masing-masing. Munculnya perubahan perilaku konsumsi dan pergeseran gaya
hidup lah yang melahirkan perilaku konsumen berlebih.
Oleh karena itu, hendaklah kita bisa terus selektif dalam menentukan
barang yang ingin dibeli. Inget ya! Generasi Z, mau semahal apapun, yang
terpenting itu adalah nilai guna suatu barang tersebut, okay? (edp)
#investasicerdas #2019GantiGayaHidup #ubahcarapandang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar