Jakarta, CNN Indonesia -- Maraknya bisnis perusahaan teknologi finansial (fintech peer to peer lending)
semakin mempermudah seseorang jika ingin meminjam uang. Layanan ini
menawarkan solusi memenuhi kebutuhan pendanaan yang terkadang datang
tiba-tiba, tak peduli kondisi keuangan.
Berbeda dengan pinjaman perbankan, persyaratan meminjam melalui fintech pinjaman relatif lebih longgar. Biasanya, pinjaman hanya cukup menyediakan foto diri, Kartu Tanda Penduduk (KTP), riwayat keuangan, dan tujuan peminjaman.
Calon debitur tidak perlu datang ke kantor cabang untuk mengisi formulir peminjaman, cukup melalui aplikasi daring. Tak hanya itu, calon debitur juga tak perlu menyertakan jaminan barang dan hanya perlu menyertakan identitas kerabat yang bisa dihubungi.
Proses bisa berjalan tanpa perlu ada tatap muka antara penyedia layanan, peminjam uang, dan penyedia dana.
Jika
telah memenuhi syarat, dana bisa cair dalam hitungan jam ke rekening
pemohon. Hal ini berbeda dengan proses pinjaman perbankan yang bisa
memakan waktu berminggu-minggu.
Syarat yang mudah, pencairan yang cepat, serta bebas jaminan membuat semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk menggunakan layanan pinjaman dari fintech.
Di sisi lain, kemudahan itu harus dibayar dengan bunga pinjaman dan biaya layanan jauh di atas bunga perbankan. Biasanya, penyedia layanan mengenakan bunga yang dihitung secara harian, mingguan, dan bulanan. Saat ini, rata-rata bunga pinjaman jangka pendek fintech pimjaman berkisar 0,9 hingga 30 persen per bulan.
Sebagai contoh, pinjaman senilai Rp3 juta melalui salah satu aplikasi fintech P2P yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, Tunaikita, harus dilunasi Rp3.855.000 jika jangka waktu pinjamannya sebulan. Artinya, berdasarkan simulasi di situs resmi aplikasi, besaran bunga dan biaya layanan yang ditanggung 28,5 persen dari nilai pinjaman.
Sementara, berdasarkan simulasi, UangTeman mengenakan bunga dan biaya layanan sebesar Rp1.043.000 untuk nominal pinjaman dengan jangka waktu pinjaman yang sama.
Perencana
keungan Budi Raharjo mengungkapkan, idealnya, seseorang telah
menyiapkan dana darurat yang disisihkan setiap bulannya dari penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan mendadak. Masyarakat juga bisa memanfaatkan
layanan asuransi kesehatan untuk menutupi kebutuhan pembiayaan karena
sakit.
Dengan demikian, pinjaman ke fintech pinjaman seharusnya tidak serta merta menjadi sebagai opsi cepat untuk memenuhi kebutuhan darurat.
"Sebelum meminjam, kita seharusnya telah memiliki dana darurat yang besarnya minimal tiga kali pengeluaran per bulan," ujar Budi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (9/1).
Kendati demikian, tidak semua orang bisa memenuhi kondisi ideal tersebut. Jika demikian, saat memutuskan untuk meminjam ke fintech pinjaman, sebaiknya pastikan kemampuan untuk melunasi pinjaman beserta bunga dan biayanya.
"Sangat tidak disarankan untuk meminjam jika seseorang tidak mengetahui dengan jelas bagaimana mengembalikannya," tegasnya.
Menurut dia, tidak semua orang cocok menggunakan pinjaman jangka pendek melalui fintech pinjaman. Namun, pinjaman melalui fintech pinajam sebenarnya
masih bisa digunakan oleh pelaku usaha usaha mikro atau kecil sebagai
dana talangan modal usaha yang menghasilkan keuntungan. Misalnya, untuk
modal berdagang yang hasilnya sudah dipastikan.
"Meski untuk modal usaha, harus dilihat bahwa itu pembayarannya dalam jangka pendek sekali. Misalnya untuk modal dagang di mana produknya sudah dibeli oleh konsumen dan harus dikirimkan," ujarnya.
Budi mewanti-wanti bagi seseorang yang sejak awal telah memiliki masalah arus kas atau pengeluaran sudah melampaui penghasilan untuk tidak meminjam melalui fintech P2P. Pasalnya, pinjaman jangka pendek melalui fintech pinjaman akan semakin memperburuk kondisi keuangan peminjam.
"Apabila di bulan biasa sudah memiliki masalah arus kas otomatis tidak bisa membayar pinjaman di bulan berikutnya," ujarnya.
Pinjaman fintech juga sebaiknya tidak digunakan untuk membayar pinjaman lain karena bunganya yang tinggi dan tenornya yang pendek.
"Misalnya, punya kartu kredit tetapi tidak bisa membayar cicilan minimal lalu pinjam dari fintech. Nah, itu akan menambah masalah," ujarnya.
Selanjutnya, pinjaman melalui fintech juga tidak cocok digunakan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif demi memenuhi tuntutan gaya hidup. Menurut Budi, tidak perlu memaksakan diri untuk memenuhi keinginan di luar kemampuan finansial.
"Banyak orang yang tergoda untuk segera meningkat ke pola hidup yang lebih tinggi padahal penghasilan masih pas-pasan. Menabung tidak sanggup akhirnya memaksakan diri untuk berhutang demi membeli gaya hidup," ujarnya.
Perencana keuangan Andi Nugroho menilai layanan pinjaman fintech
bisa menjadi solusi yang lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan yang mendesak dibandingkan Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang
ditawarkan perbankan.
Kendati demikian, senada dengan Budi, pinjaman fintech sebaiknya digunakan untuk modal produktif dan tidak digunakan untuk membeli barang-barang yang sifatnya konsumtif. Pasalnya, dengan pinjaman produktif seseorang akan menciptakan kemampuan bayar di masa mendatang.
"Misalnya, sama-sama ingin membeli telepon seluler. Yang satu untuk keperluan kerja, itu boleh pakai pinjaman fintech. Yang satu, membeli karena telepon itu keluaran terbaru dan untuk gaya-gayaan, nah itu jangan menggunakan dana fintech," ujarnya.
Andi mengingatkan peminjam melalui fintech harus dilunasi baik secara langsung maupun cicilan tepat waktu sesuai jadwal penagihan di kesepakatan di awal. Penundaan bayar hanya akan membuat besaran bunga dan biaya membengkak yang akhinya akan membelit keuangan peminjam sendiri.
Jika si peminjam tak memiliki dana untuk melunasi pada waktu yang disepakati, peminjam bisa menjual aset yang dimiliki. Apabila nilai aset tak mencukupi, peminjam sebaiknya meminjam uang ke kerabat atau teman yang bisa memberikan pinjaman lunak dengan bunga yang tidak memberatkan.
"Jangan sampai melunasi pinjaman fintech dengan meminjam dari fintech lain. Itu namanya gali lubang tutup lubang," pungkasnya. (agi)
Berbeda dengan pinjaman perbankan, persyaratan meminjam melalui fintech pinjaman relatif lebih longgar. Biasanya, pinjaman hanya cukup menyediakan foto diri, Kartu Tanda Penduduk (KTP), riwayat keuangan, dan tujuan peminjaman.
Calon debitur tidak perlu datang ke kantor cabang untuk mengisi formulir peminjaman, cukup melalui aplikasi daring. Tak hanya itu, calon debitur juga tak perlu menyertakan jaminan barang dan hanya perlu menyertakan identitas kerabat yang bisa dihubungi.
Proses bisa berjalan tanpa perlu ada tatap muka antara penyedia layanan, peminjam uang, dan penyedia dana.
Syarat yang mudah, pencairan yang cepat, serta bebas jaminan membuat semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk menggunakan layanan pinjaman dari fintech.
Di sisi lain, kemudahan itu harus dibayar dengan bunga pinjaman dan biaya layanan jauh di atas bunga perbankan. Biasanya, penyedia layanan mengenakan bunga yang dihitung secara harian, mingguan, dan bulanan. Saat ini, rata-rata bunga pinjaman jangka pendek fintech pimjaman berkisar 0,9 hingga 30 persen per bulan.
Sebagai contoh, pinjaman senilai Rp3 juta melalui salah satu aplikasi fintech P2P yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, Tunaikita, harus dilunasi Rp3.855.000 jika jangka waktu pinjamannya sebulan. Artinya, berdasarkan simulasi di situs resmi aplikasi, besaran bunga dan biaya layanan yang ditanggung 28,5 persen dari nilai pinjaman.
Sementara, berdasarkan simulasi, UangTeman mengenakan bunga dan biaya layanan sebesar Rp1.043.000 untuk nominal pinjaman dengan jangka waktu pinjaman yang sama.
Dengan demikian, pinjaman ke fintech pinjaman seharusnya tidak serta merta menjadi sebagai opsi cepat untuk memenuhi kebutuhan darurat.
"Sebelum meminjam, kita seharusnya telah memiliki dana darurat yang besarnya minimal tiga kali pengeluaran per bulan," ujar Budi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (9/1).
Kendati demikian, tidak semua orang bisa memenuhi kondisi ideal tersebut. Jika demikian, saat memutuskan untuk meminjam ke fintech pinjaman, sebaiknya pastikan kemampuan untuk melunasi pinjaman beserta bunga dan biayanya.
"Sangat tidak disarankan untuk meminjam jika seseorang tidak mengetahui dengan jelas bagaimana mengembalikannya," tegasnya.
"Meski untuk modal usaha, harus dilihat bahwa itu pembayarannya dalam jangka pendek sekali. Misalnya untuk modal dagang di mana produknya sudah dibeli oleh konsumen dan harus dikirimkan," ujarnya.
Budi mewanti-wanti bagi seseorang yang sejak awal telah memiliki masalah arus kas atau pengeluaran sudah melampaui penghasilan untuk tidak meminjam melalui fintech P2P. Pasalnya, pinjaman jangka pendek melalui fintech pinjaman akan semakin memperburuk kondisi keuangan peminjam.
"Apabila di bulan biasa sudah memiliki masalah arus kas otomatis tidak bisa membayar pinjaman di bulan berikutnya," ujarnya.
Pinjaman fintech juga sebaiknya tidak digunakan untuk membayar pinjaman lain karena bunganya yang tinggi dan tenornya yang pendek.
"Misalnya, punya kartu kredit tetapi tidak bisa membayar cicilan minimal lalu pinjam dari fintech. Nah, itu akan menambah masalah," ujarnya.
Selanjutnya, pinjaman melalui fintech juga tidak cocok digunakan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif demi memenuhi tuntutan gaya hidup. Menurut Budi, tidak perlu memaksakan diri untuk memenuhi keinginan di luar kemampuan finansial.
"Banyak orang yang tergoda untuk segera meningkat ke pola hidup yang lebih tinggi padahal penghasilan masih pas-pasan. Menabung tidak sanggup akhirnya memaksakan diri untuk berhutang demi membeli gaya hidup," ujarnya.
Kendati demikian, senada dengan Budi, pinjaman fintech sebaiknya digunakan untuk modal produktif dan tidak digunakan untuk membeli barang-barang yang sifatnya konsumtif. Pasalnya, dengan pinjaman produktif seseorang akan menciptakan kemampuan bayar di masa mendatang.
"Misalnya, sama-sama ingin membeli telepon seluler. Yang satu untuk keperluan kerja, itu boleh pakai pinjaman fintech. Yang satu, membeli karena telepon itu keluaran terbaru dan untuk gaya-gayaan, nah itu jangan menggunakan dana fintech," ujarnya.
Andi mengingatkan peminjam melalui fintech harus dilunasi baik secara langsung maupun cicilan tepat waktu sesuai jadwal penagihan di kesepakatan di awal. Penundaan bayar hanya akan membuat besaran bunga dan biaya membengkak yang akhinya akan membelit keuangan peminjam sendiri.
Jika si peminjam tak memiliki dana untuk melunasi pada waktu yang disepakati, peminjam bisa menjual aset yang dimiliki. Apabila nilai aset tak mencukupi, peminjam sebaiknya meminjam uang ke kerabat atau teman yang bisa memberikan pinjaman lunak dengan bunga yang tidak memberatkan.
"Jangan sampai melunasi pinjaman fintech dengan meminjam dari fintech lain. Itu namanya gali lubang tutup lubang," pungkasnya. (agi)
#2019GantiGayaHidup #ubahcarapandang #gayahidupproduktif, edukasi keuangan