Tampilkan postingan dengan label #GayaHidupProduktif #2019GantiGayaHidup #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #PerekonomianDigital. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #GayaHidupProduktif #2019GantiGayaHidup #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #PerekonomianDigital. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Juni 2019

Bijak Mengelola Keuangan Pribadi dan Keluarga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain meningkatkan kecerdasan keuangan (financial intelligent) kita tiap waktu, salah satu masalah yang kerap kali menghampiri dalam pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga adalah latah keuangan. Jika ingin mengubah nasib keuangan, maka perlunya mengubah cara berpikir-tindakan-kebiasaan-karakter, sehingga nantinya nasib keuangan kita insya Allah juga ikut berubah.

Dalam tangga motivasi keuangan pribadi dan keluarga, pada tangga terdalam ada yang dinamakan financial emulation (latah keuangan), suatu kondisi yang menggambarkan tingkat motivasi terendah. Yaitu dorongan untuk berbuat sesuatu karena ikut-ikutan, karena sebuah tren yang tengah berkembang secara meluas.

Misalnya, ketika lagi berkembang investasi tanaman gelombang cinta, Si Latah Keuangan ikut-ikutan berinvestasi.

Begitu ada yang menawarkan 'bagi hasil' 10 persen per bulan atawa 120 persen per tahun dalam Program MMM, berbondong-bondong Si Latah Keuangan sebagai orang terdepan menjadi juru bicaranya.

Motivasi semacam ini mudah sekali tergoyahkan. Apalagi jika antara harapan dan kenyataan jauh panggang dari api.

Hal ini secara mendasar terjadi lebih banyak disebabkan karena adanya inferior kompleks yang tinggi. Atau ketidaktahuannya terhadap identitas diri (krisis jati diri).

Intinya Si Latah Keuangan selalu minder, rendah diri dan malu dengan dirinya sendiri dalam hal pengelolaan keuangan. Bagi yang sudah akut mengalami sindrom inferior kompleks ini, selalu merasa kalau dirinya itu kurang pintar, kurang berharga, kurang penting dibandingkan orang lain.
Pun dalam hal pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga. Alih-alih ingin agar dilihat lebih hebat dari orang lain dan menutupi kelemahan dirinya, yang terjadi malah berbalik semakin mengkerdilkan dirinya di hadapan orang lain secara keuangan.

Untuk itu agar tidak latah keuangan, berikut tipsnya:

1. Hargai berapapun uang yang kita miliki saat ini
Pada dasarnya uang itu tidak bisa ditahan-tahan keberadaannya di kantong. Semakin ditahan, maka semakin cepat pula keluarnya.

Yang bisa dilakukan adalah mengatur keuangan kita. Ketika dapat penghasilan/pendapatan, langsung bagi untuk kebutuhan masa paling depan, misalnya zakat/sedekah/perpuluhan/derma. Lalu kebutuhan masa lalu seperti utang, lalu kebutuhan masa depan seperti menabung dan investasi, baru akhirnya dihabiskan untuk kebutuhan masa sekarang. Dengan menghargai uang kita, sebenarnya kita sudah menghargai diri kita terlebih dahulu.

2. Hindari bersifat boros
Boros adalah berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang, harta dan sebagainya. Boros itu juga sifat setan yang perlu kita hindari.

Kenapa kita jadi boros? Karena sisi emosional mengalahkan sisi rasional. Akibatnya otak dipenuhi oleh keinginan sesaat, yang pada ujungnya nanti muncul penyesalan.

Bagaimana agar kita tidak boros? Mencatat secara detail, apa saja yang menjadi kebutuhan kita.
Pisahkan, mana yang keinginan apalagi keinginan sesaat. Dengan itu, prioritas keuangan pribadi dan keluarga akan lebih terjaga dari sifat boros. Intinya adalah selalu melihat dari perspektif kebutuhan, bukan sekedar keinginan.

3. Rencanakan belanja kita, jangan belanja dadakan
Apa yang membedakan belanja di awal dan di akhir ketika orang menerima gaji?Selisihnya bisa hingga dua kali lipat, jika tidak terencana. Jika belanja bulanan terencana, maka selain efisien juga belanja benar-benar sesuai kebutuhan.

Kebutuhan belanja dalam keluarga terbagi dalam tiga jenis, pertama, family and personal care, meliputi berbagai barang untuk keperluan mandi dan lain-lain. Kedua, fresh care, meliputi aneka sayuran, daging, susu dan lainnya. Ketiga, frozen care, meliputi beras, minyak, aneka jenis bumbu masak dan lainnya.

Jadi, selalu rencanakan apa yang akan kita kerjakan terkait kebutuhan pribadi dan keluarga kita.
Rencana itu sebaiknya tertulis, dan begitu akan ke super market atau mini market atau grosir tempat kita biasa belanja, bawa catatan kebutuhannya.

4. Hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt)
Orang yang tidak memahami cara uang bekerja, bisa dipastikan akan terjebak utang.
Karena konsumtivisme itu adalah keinginan yang melenakan, hingga akhirnya kita sadar tapi terlambat.

Utang dari sisi konsumen memang direncanakan untuk memudahkan. Jika hari ini kita tidak punya kendaraan bermotor, cukup DP Rp 500 ribu plus foto kopi kartu keluarga, hari ini atau besoknya kendaraan bermotor tersebut sudah nangkring di depan garasi rumah kita.

Begitu juga dengan barang-barang konsumtif yang lain. Pihak penyelenggara seperti leasing, bank, dan lainnya akan sangat senang ketika bisa meminjamkan uangnya.

Tetapi dari sisi konsumen yang tidak bijak, akan menambah masalah baru dalam kehidupannya. Apalagi jika total seluruh pinjaman kita itu melebihi angka 30 persen.

Artinya, kita sudah tidak sehat secara keuangan. Salah satu cara agar sehat keuangan adalah hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt).

5. Hiduplah secukupnya
Idealnya kehidupan keuangan pribadi dan keluarga kita, ketika mendapakan penghasilan tidak boleh melebihi dari kebutuhan hidup dan gaya hidup kita. Kalaupun pendapatan aktif, produktif dan masif kita tinggi, usahakan gaya hidup dan kebutuhan hidup kita tetap. Sehingga ketika berapapun pendapatan kita, bisa 1, 2, 3 dan seterusnya, maka pengeluaran kita tetap satu.

Inilah yang disebut hidup secukupnya atau hidup semurah mungkin yang berarti kita bijak dalam pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga.


#GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #YEP

Senin, 10 Juni 2019

Keuangan Anda Memburuk Setelah Lebaran? Evaluasi Hal Berikut Ini

Bisnis.com, JAKARTA--Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi menjelang dan ketika Lebaran sering menghabiskan dana besar sehingga menyebabkan kondisi keuangan setelah Lebaran menjadi sulit.

Tak jarang, banyak orang kebingungan masalah keuangan setelah Lebaran dan harus kembali beraktivitas seperti biasa. Tunjangan hari raya (THR) pun sudah tak bersisa, gaji yang sudah dibayarkan juga menipis.

Guna mengembalikan kondisi normal, perencana keuangan Aidil Akbar mengatakan,  Anda harus mengevaluasi keuangan. Pertama sekali, Anda harus mengetahui sumber masalah keuangan tersebut.

"Kebocoran keuangannya dari pos mana saja, misalnya pos pengeluaran di bulan Ramadan mana yang paling banyak, " kata Aidil kepada Bisnis.com dikutip Kamis(6/6/2019).

Selain itu, harus dikaji ulang apakah ada pengeluaran yang tidak penting sehingga dapat mengganggu cashflow. Jadi, harus dilakukan pengecekan secara spesifik.

"Setelah kita tahu di mana sumber kebocoran dana tersebut, kita bisa mulai memperhitungkan berapa besar kemungkinan tersebut akan bocor lagi tahun depan, sehingga tidak jatuh di lubang yang sama, " jelasnya.

Saat mengevaluasi, yang harus diingat adalah apakah saat lebaran Anda sudah menggunakan dana darurat atau tidak.

"Jika kita pakai dana darurat berarti dikembalikan dana daruratnya, " katanya.
Selanjutnya, lihat apakah menggunakan kartu kredit atau tidak. Jika menggunakan kartu kredit, Anda harus segera membayar tagihan kartu tersebut.

"Tidak boleh ditunda. Semua utang konsumtif harus segera dilunasi semua, karena semakin banyak menunda, beban di bulan berikutnya akan semakin besar, " lanjutnya.


#GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #YEP

Minggu, 10 Maret 2019

Peran Bank Indonesia dan Generasi Milenial dalam Perekonomian Digital

Era milenial merupakan zaman dimana semua kegiatan tidak terlepas dari penggunaan internet. Mulai dari penggunaan media sosial sebagai sarana pencarian informasi maupun sebagai media pengembangan bisnis.Melalui teknologi digital, generasi milenial tumbuh menjadi pribadi kreatif, berinovasi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan mampu membentuk perekonomian indonesia jauh lebih baik.

Saat ini, sebagian besar aktivitas-aktivitas seperti perdagangan dan bisnis menggunakan kecanggihan digital. Ekonomi digital melahirkan berbagai peluang yang dapat diambil sesuai dengan passion yang dimiliki oleh generasi milenial.Mulai dari membuka online shop, bisnis travel online, youtuber, penulis e-book dan lain sebagainya.
Selain memanfaatkan teknologi untuk menjalankan bisnis, era digital juga dapat memudahkan kita dalam pemenuhan segala aspek kehidupan contohnya saja belanja online. Saat ini belanja secara online sangat digemari dikalangan masyarakat terutama kaum milenial. Banyak sekali terdapat bisnis online dimana kamu bisa belanja apa saja tanpa harus keluar rumah. Kamu hanya perlu melakukan pembelian melalui smartphone atau komputer dan tinggal transfer uang tanpa harus bertemu langsung dengan penjual. Salah satu caranya yaitu transfer via ATM atau Bank, kartu kredit, COD, hingga pembayaran melalui gerai minimarket. Tidak terbatasnya metode pembayaran serta keamanan pada e-commerce membuat belanja online digemari genersi milenial.
Bank Indonesia membuat semua transaksi diatas bisa dilakukan dengan mudah. Sesuai dengan pilar ke dua, Bank Indonesia bertanggungjawab dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999. Bahwa Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan, mengatur, melaksanakan, memberi persetujuan, perizinan dan pengawasan atas penyelenggaraan sistem pembayaran.
Kegiatan jual beli secara online yang didorong oleh pertumbuhan industri e-commerce di tanah air turut meningkatkan jumlah pembeli melalui platform tersebut. Di tahun 2018 diperkirakan Jumlah online shopper atau pembeli online mencapai 11,9 persen dari total populasi di indonesia. Pertumbuhan online shopper di indonesia dalam tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada tahun 2016, jumlah pembeli online mencapai 9,6 persen dari jumlah populasi dan meningkat menjadi 10,7 persen pada 2017.
Bank Indonesia sendiri berharap melalui ekonomi digital dapat meningkatkan perekonomian serta perluasan bisnis masyarakat, khususnya UMKM. 
Dilansir dari Liputan6.com, Jakarta “ Kita harus bisa memanfaatkan transaksi lewat digital bisa membantu UMKM kita berjualan. Saya rasa sekarang sudah banyak yang bisa terbantu tapi bagaimana caranya agar bisa meningkatkan produksi, bagaimana produksi UMKM dapat dijual dalam jangka panjang dan bisa produk indonesia ke pasar ekspor.  Tentu perjalanannya ada terkait crossborder payment dan sebagainya” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara.
Perkembangan teknologi yang cepat mengharuskan Bank Indonesia untuk selalu dapat beradaptasi, termasuk lewat aturan-aturan yang selaras dengan perkembangan teknologi. Bank Indonesia juga berharap sektor perbankan semakin terlibat dalam ekonomi digital, agar tak kalah tertinggal. “kalau kita lihat digital ekonomi ini ada pelaku Bank dan nonbank. BI ingin pelaku perbankan juga bisa berperan semakin penting tapi tentu disitu perbankan harus kreatif dan inovatif dn perbankan harus punya sumber daya manusia yang bagus supaya bisa berkompetensi dengan nonbank” ungkapnya.
Berdasarkan data yang dihimpun BI, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap nilai transaksi e-commerce sekitar Rp 11 Triliun hingga Rp. 13 Triliun per bulan. Jika dibandingkan dengan sektor rill, transaksi e-commerce memang belum terlalu besar namun pertumbuhan transaski di platform e-commerce sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi ini tentu saja membutuhkan peran dari generasi milenial yang selalu memiliki ide kreatif dan inovasi baru bagi perekonomian Indonesia. (*)
Penulis: Indah Pitria, Mahasiswi UIN Suska Riau
Sumber : Liputan6.com 
#GayaHidupProduktif #2019GantiGayaHidup #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #PerekonomianDigital

Investasi Jangka Panjang

Menanamkan dana untuk investasi merupakan pilihan yang tepat untuk masa depan. Pilihan investasi jangka panjang bisa menjadi pilihan...