Tampilkan postingan dengan label #GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Februari 2020

Ini 4 Manfaat Investasi Sejak Muda

Investasi bukanlah menjadi hal yang asing lagi bagi setiap orang. Pada dasarnya investasi merupakan kegiatan menanamkan modal pada suatu perusahaan atau aset dengan nilai yang tinggi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat di kemudian hari.

Dengan begitu, investasi sering dikaitkan dengan hanya orang yang sudah bekerja dan berpenghasilan tinggi saja yang bisa melakukan investasi. Ya, mungkin itu zaman dulu yang jelas berbeda dengan zaman sekarang. Kini, generasi milenial pun sudah bisa melakukan investasi sejak dini.

Memang pada kenyataannya, milenial masih belum banyak yang akrab dengan investasi karena diantara mereka masih berat meninggalkan gaya hidup yang tinggi seperti belanja-belanja hingga nongkrong di kafe-kafe. Padahal investasi sekarang ini tidak butuh modal yang besar, cukup dengan Rp100 ribu saja, milenial sudah bisa investasi.

Meski modal investasi kecil tapi jika sudah dimulai sejak muda, Anda bisa merasakan banyak manfaat di kemudian hari. Namun, hal ini tentunya dengan jenis investasi yang tepat.

Manfaat Investasi

1. Nilai Aset dan Kekayaan akan Semakin Meningkat

Investasi secara otomatis dapat meningkatkan nilai aset serta kekayaan yang dimiliki. Aset yang dimaksud disini tidak terbatas pada gedung ataupun properti lainnya, tetapi uang yang dimiliki atau tersimpan sebagai dana investasi juga dapat digolongkan sebagai aset. Aset berupa ini jika disisihkan untuk investasi tentunya akan berkembang semakin banyak. Berkembangnya aset tentunya berbanding lurus dengan berkembangnya kekayaan yang dimiliki.

2. Merdeka dalam Hal Keuangan
Merdeka identik dengan kebebasan. Merdeka secara finansial berarti bebas dalam hal keuangan. Dikatakan bebas karena dapat menghidupi kebutuhan sehari-hari dengan kekayaan yang telah dimiliki tanpa harus bekerja keras.
Aset yang dimiliki jika diinvestasikan bisa mendatangkan uang yang dapat mengisi pundi-pundi rekening semakin banyak. Dari keuntungan inilah bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanpa perlu merasa khawatir dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

3. Terhindar dari Inflasi

Inflasi dapat dikatakan hal yang wajar terjadi pada setiap negara. Setiap negara pasti mengalami inflasi meskipun dengan tingkatan yang berbeda. Indonesia sendiri dapat dikatakan sebagai negara dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi. Inflasi hampir memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal jual beli, karena dapat melemahkan daya beli masyarakat. Untuk itu, investasi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk terhindar dari inflasi.

4. Menyiapkan Masa Depan yang Cerah

Memasuki usia senja, meskipun keinginan untuk bekerja masih ada dan ingin terpenuhi, tapi fisik sudah tidak mampu memenuhi lagi. Di usia senja otomatis penghasilan yang didapat pun akan berkurang dibandingkan dengan masa-masa usia produktif.
Maka berinvestasi sejak muda merupakan cara untuk membantu mempersiapkan masa tua yang lebih cerah. Investasi yang direncanakan dan dimulai sejak sekarang tentunya akan membantu mencukupi kebutuhan di kemudian hari.

Jenis-jenis Investasi yang bisa Dicoba
Untuk memulai berinvestasi, tentunya harus paham terlebih dahulu jenis-jenis dari investasi. Hal ini dilakukan untuk menentukan investasi yang cocok dan sesuai dengan generasi milenial. Ada beberapa jenis investasi yang ada di Indonesia:

1. Emas

Emas dapat dikatakan sebagai investasi termudah dan hal yang paling klasik.  Investasi emas dapat berupa logam mulia, emas perhiasan, emas batangan dan voucher emas (emas digital). Namun, kekurangan dari investasi ini terletak dari penyimpanannya.
Penyimpanan investasi emas disarankan menggunakan Safe Deposit Box yang disediakan oleh bank-bank tertentu. Jika tidak menggunakan jasa tersebut, penyimpanan juga dapat dilakukan secara mandiri dengan menggunakan brankas pribadi untuk menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Deposito


Jika memiliki uang namun ingin menyimpannya dengan jangka waktu yang cukup panjang, bisa menggunakan deposito. Deposito sebenarnya tergolong tabungan namun memiliki jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan dengan nasabah. Biasanya jangka waktu deposito antara 3,6 sampai 12 bulan. Deposito memiliki tiga jenis yang dapat dipilih sesuai dengan kemampuan generasi milennials, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposito on call.

3. Saham

Saham merupakan tanda kepemilikan dalam suatu perusahaan. Saham sendiri hanya berbentuk lembaran kertas yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai tanda keikutsertaan modal dan presentase kepemilikan perusahaan. Risiko dan keuntungan dari saham memiliki sifat berbanding lurus, yaitu high risk dan high return.
Semakin tinggi risiko suatu saham, maka semakin tinggi pula keuntungan yang akan didapatkan. Untuk itu, jika ingin mencoba berinvestasi disini, maka harus memiliki kemampuan untuk menganalisa jenis saham dan analisa ketepatan mengenai penempatan modal yang dimiliki untuk investasi.

4. Properti


Tanah dan properti lainnya dapat dikategorikan sebagai investasi yang bersifat klasik, karena keberadaannya sudah ada sejak dahulu. Investasi di bidang ini cukuplah mudah, karena hanya dilakukan dengan sistem yang sederhana. Jika ingin berinvestasi di bidang ini tentunya dibutuhkan modal yang cukup besar pula, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa keuntungan yang didapat juga lumayan besar.

5. Reksadana


Reksadana salah satu investasi yang cukup terkenal dengan risiko yang paling kecil dan mudah dilakukan. Reksadana merupakan tempat untuk menghimpun dana melalui pihak lain yang akan diwujudkan ke dalam surat berharga, bisa berwujud saham, obligasi maupun sekuritas lainnya. Dana yang dibutuhkan untuk investasi ini tergolong murah sesuai bank yang menerbitkan reksadana. Minimal dana yang diinvestasikan antara Rp, 50.000-500.000.

6. Obligasi


Obligasi atau surat hutang secara sederhana dapat dikatakan sebagai investasi pinjaman. Berinvestasi di obligasi sama artinya dengan kita memberikan pinjaman kepada pemillik obligasi. Penerbit obligasi bisa pemerintah maupun perusahaan.
Wujud obligasi hampir sama dengan saham, yaitu berupa lembaran kertas perjanjian yang berisi nominal jumlah dan ketentuan presentase bunga. Obligasi ini memiliki jangka waktu tertentu. Di akhir periode perjanjian, perusahaan/negara yang menerbitkan obligasi akan mengembalikan modal yang dipinjamkan beserta bunga sebagai keuntungan pembeli obligasi.

7. Forex Trading

Forex trading merupakan konsep investasi dengan berdagang mata uang asing. Forex trading ini memang masih asing didengar dan dilakukan oleh kebanyakan orang, karena investasi dalam bidang ini memiliki risiko yang sangat tinggi. Walaupun dengan keuntungan yang didapatkan sama tingginya. Keuntungan lain dari forex trading ini adalah adanya jangka waktu yang dapat dikategorikan pendek.

8. Valuta Asing


Valuta asing (valas) sudah sering kali terdengar di dunia perekonomian dan keuangan. Valuta asing sebenarnya mata uang yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional, seperti dollar, euro dan poundsterling.
Prinsip investasi di bidang ini sebenarnya hampir sama dengan forex trading, hanya saja yang diperdagangkan hanya mata uang yang diakui sebagai alat bayar perdagangan internasional. Valuta asing dapat dibeli ketika harga sedang turun dan dijual ketika harga sedang naik, dan selisihnya dapat menjadi keuntungan bagi investor.
Kelemahan dari investasi jenis ini adalah tidak stabilnya nilai tukar mata uang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misal kondisi politik ataupun sosial suatu negara.

Jadi Investor yang Cerdas

Hal penting yang perlu milenial ketahui dalam investasi adalah jadilah investor yang cerdas dan jangan hanya ikut-ikutan orang lain saja. Tentukan tujuan berinvestasi terlebih dahulu, kemudian barulah pilih jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, agar terhindar dari kerugian tetaplah mengontrol investasi yang dilakukan.


#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan
 

Minggu, 19 Januari 2020

Perbedaan Gaya Hidup dan Biaya Hidup

TIMESINDONESIA, JAKARTAGaya hidup dan biaya hidup sekilas terdengar sama padahal memiliki arti yang sangat jauh berbeda. Biaya hidup adalah kebutuhan yang bisa dibilang sangat penting dan harus dipenuhi saat ini atau bisa juga kebutuhan mendesak, seperti makan, kesehatan, pakaian, tempat tinggal dan kendaraan.

Meskipun dibilang demikian, biaya hidup dipilih berdasarkan kebutuhan dan fungsinya, seperti rumah berfungsi sebagai tempat tinggal. Ya, tempat tinggal yang cukup untuk bernaung, kendaraan yang cukup untuk mengantarkan kita kemanapun kita ingin pergi.

Berbeda dengan biaya hidup, gaya hidup adalah kebutuhan yang tidak mendesak dan hanya diperuntukkan untuk orang yang memiliki penghasilan lebih. Seperti rumah mewah yang memiliki tingkat 2 meskipun hanya diisi oleh 3 orang, dan mobil mewah meskipun hanya untuk seorang diri saja.

Jika kita pikirkan dengan seksama, sebenarnya biaya hidup kita sangat murah sekali, karena hanya mencukupi kebutuhan kita tanpa muluk-muluk memilih barang yang mahal untuk gaya hidup yang mewah.

Gaya hidup harus disesuaikan dengan penghasilan kita agar tidak berdampak buruk untuk ke depannya. Oleh karena itu, kita harus lebih cermat dalam memilih kehidupan. Yang harus diutamakan tetaplah biaya hidup terlebih dahulu.

Pentingnya Disiplin Alokasi Aset      

Sembilan orang terkaya dan berkuasa di dunia pada saat itu mengadakan pertemuan di Hotel Edgewater Beach di Chicago pada tahun 1932.
Charles Schwab: Pemimpin Perusahaan Baja Terbesar
Samuel Insull: Presiden Perusahaan Jasa Public Terbesar Di Dunia
Howard Hopson: Pemimpin Perusahaan Gas Terbesar
Leon Frazier: Presiden Bank of International Settlements
Ivar Kreuger: Presiden International Match Co.
Richrad Whitney: Presiden New York Stock Exchange
Albert Fall: Anggota Kabinet Presiden Harding
Arthur Cotton: Spekulator Saham Terbesar
Jesse Livermore: Spekulator Saham Terbesar
Waktu berlalu. Dua puluh lima tahun setelah pertemuan mereka, fakta mengejutkan dan menyedihkan terjadi kepada mereka.
Charles Schwab: Meninggal tanpa uang sepersen pun setelah hidup selama 5 tahun dengan uang pinjaman.
Samuel Insull: Meninggal tanpa uang di tanah asing.
Howard Hopson: Sakit jiwa
Leon Frazier: Mati bunuh diri
Ivar Kreuger: Meninggal tanpa uang
Richrad Whitney: Baru bebas dari penjara
Albert Fall: Baru bebas dari penjara
Arthur Cotton: Meninggal tanpa uang
Jesse Livermore: Mati bunuh diri
Mengapa hal ini bisa terjadi pada orang terkaya sekalipun? Jawabannya adalah pengelolaan keuangan.

Tentunya ada banyak alasan yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Tetapi faktor terbesar disebabkan ketidakpastian mereka dalam mengantisipasi keadaan yang terjadi. Setiap orang perlu mengalokasikan ke pos-pos keuangan di bawah ini. Berapa pun pendapatan Anda setiap bulannya Anda harus mengalokasikan ke dalam enam pos yang berbeda. 
Berikut enam pos penting untuk kesehatan finansial Anda.

Suatu misal Anda bekerja dan tiap bulan Anda mendapatkan gaji sebesar Rp 10.000.000, maka inilah yang perlu Anda lakukan. Jumlah uang dapat Anda sesuaikan dengan besar pemasukan Anda.

Alokasi Aset:
1. 10% : Sedekah/ Amal/ Sumbangan
2. 10% : Investasikan ke tempat yang aman
3. 10% : Pendidikan
4. 10% : Cadangan
5. 10% : Alokasi Kesenangan
6. 50% : Biaya Hidup
• 10% : Gunakan Rp 1.000.000,- untuk Sedekah/ Amal/ Sumbangan

Dalam pemahaman agama, sedekah justru akan malah menyehatkan dan menyejahterakan kita. Banyak mentor dan guru agama yang menjelaskan manfaat sedekah ini. Hal ini untuk membantu Anda agar tidak menjadi budak uang dan terikat dengan uang.
• 10% : gunakan RP. 1.000.000,- untuk investasi ke tempat yang aman

Uang inilah yang akan berkembang dan membantu menyejahterakan Anda. Anda harus rutin menginvestasikan uang ini. Bisa dalam bentuk Deposito, Unit Link, Saham, Surat Berharga, Mata Uang Asing, dan Instrumen Pasar Modal lainnya.
Telitilah dulu apakah investasi Anda terpercaya. Semakin banyak uang yang Anda investasikan, semakin banyak passive income yang Anda dapatkan.
• 10% : gunakan RP. 1.000.000,- untuk pendidikan

Pendidikan yang kami maksud bukan berarti Anda harus sekolah lagi atau kuliah lagi. Uang tersebut Anda investasikan untuk mendapatkan ilmu yang baru. Ilmu dapat diperoleh dari buku berkualitas, seminar, membeli CD/DVD, dan mengikuti pelatihan.
Zaman terus berubah. Pikiran kita belum tentu berubah. Inilah manfaat ilmu pengetahuan bagi kita. Sedikit uang Anda akan kembali berkali-kali lipat dengan ilmu yang Anda dapatkan.

• 10% : gunakan RP. 1.000.000,- untuk dana cadangan
Banyak contoh di sekitar kita terjadi hal-hal yang tidak terduga misalkan kecelakaan, sakit, motor/ mobil rusak, dsb. Alangkah baiknya Anda memiliki dana cadangan untuk masalah. Akan sangat lebih baik jika beban ini Anda tanggungkan kepada perusahaan asuransi. 
• 10% : gunakan RP. 1.000.000,- untuk having fun
Bekerja terus menerus tanpa menggunakannya sama sekali akan menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik. Menikmati jerih payah Anda sebanyak 10% ini sangat baik untuk memanjakan diri Anda sendiri. Pergilah berbelanja. Ajak keluarga untuk jalan-jalan. Makanlah di restoran yang enak. Anda harus melakukannya.
• 50% : gunakan RP. 5.000.000,- untuk biaya hidup

Cukup tidak cukup harus cukup. Begitulah nasihat dari inspirator sukses no. 1 di Indonesia ini. Anda dapat belajar menghemat. Manakah yang dapat dihemat dari beberapa jenis pengeluaran ini.

Jika Anda terbiasa naik mobil, cobalah naik angkutan umum. Jika Anda selalu membeli sayur untuk memasak, cobalah menanam sayur sendiri di pekarangan rumah. Pilihlah alternatif yang termurah asalkan tidak mengurangi fungsinya.

“Satu lagi saran saya, untuk membeli barang konsumtif, hindarkan dompet Anda dari kata ‘kredit’ dan ‘ngutang’. Hal ini benar-benar akan mencekik leher Anda. Bergaya hiduplah sederhana seperti yang dinasihatkan orang terkaya no. 3 di dunia, Warren Buffet.

Angka di atas adalah contoh jika penghasilan Anda Rp. 10.000.000,- jika penghasilan Anda lebih, tinggal masukan angka rupiahnya saja. Dengan menggunakan konsep ini, Anda lebih mudah dan terarah dalam memantau dan mengalokasikan uang Anda.

“Dengan begini, Anda tidak akan mengalami krisis keuangan yang dapat menimbulkan pertengkaran suami-istri. Atau jika Anda masih lajang, Anda sudah belajar bagaimana mengatur keuangan dengan lebih baik,’’ tuturnya.

Anda harus benar-benar jeli membedakan gaya hidup dengan biaya hidup. Jangan sampai hanya karena memenuhi gaya hidup, keuangan Anda jadi berantakan. (*)


#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan
 

Senin, 06 Januari 2020

5 Kebiasaan Ini Akan Menjadikanmu Semakin Dekat dengan Hedonisme!

Hidup secara hedonisme sebenarnya impian dari semua orang. Selalu berbahagia dan bersenang-senang sepanjang waktu mungkin sudah membius banyak orang untuk menganutnya. Terlebih dengan kehadiran sosmed yang semakin memberi janji hedonisme yang praktis.
Namun, adakalanya pengaruh buruk dan sisi negatif hedonisme semakin membawa kita jauh dari manusia pada normalnya.
Di mana ada kesenangan, maka sudah pasti diawali dengan kesulitan dan kesedihan sebelumnya. Perasaan suka dan duka akan dihadapi manusia secara silih berganti sebagaimana sistem keseimbangan dari hidup manusia itu sendiri. Maka paham hedonisme sudah sepatutnya kita buang jauh-jauh karena hidup ini bukan hanya tentang bersenang-senang.
Namun terkadang tanpa kita sadari, sikap dan perilaku sehari-hari justru membawa kita semakin dekat dengan hedonisme. Agar tidak lebih jauh melangkah, coba koreksi lima kebiasaan hidup berikut yang mendekatimu ke hedonisme.

1. Menghindari masalah dan takut menghadapi kenyataan

Jika kamu adalah manusia yang berpikiran praktis, maka pergi dari masalah adalah solusi yang menurutmu paling cepat. Namun hati-hati dengan keseringan lari dari masalah justru akan menjadikanmu manusia yang lemah dan pemalas. Sikap pemalas inilah yang melekat erat pada si penganut hedonisme.
Mereka lebih suka cara-cara yang instan dan menjanjikan kebahagiaan banyak dibandingkan bersusah payah menyelesaikan masalah.

2. Memiliki budaya konsumtif yang tinggi

Lebih besar pasak daripada tiang. Apa jadinya jika pengeluaran bulananmu jauh lebih besar dibandingkan pemasukan ke rekeningmu? Hidup secara konsumtif berlebihan akan menjuruskanmu ke dalam hedonisme.
Kesenangan untuk membelanjakan semua uangmu akan berdampak buruk untuk hidupmu. Lebih baik mengatur keuangan secara sehat dan menahan diri dalam menggunakannya.

3. Hanya berorientasi pada uang

Bekerja untuk mendapatkan uang itu memang wajar. Tapi melakukan segala hal dalam hidupmu hanya untuk uang semata hanya akan mempersempit pikiran dan mendekatkanmu ke dalam hedonisme. Tidak semua pekerjaan harus menjurus ke uang.
Sesekali untuk menghindarimu dari orientasi uang semata, lakukanlah nilai-nilai sosial yang membuka pikiran dan hati.

4. Memiliki impian besar namun tidak pernah bergerak untuk mewujudkannya

Berkhayal, melamun, dan bermimpi besar itu diperlukan dalam hidup. Bahkan seseorang yang sukses selalu mengawali hidup dengan berkhayal dan berimajinasi tinggi setiap hari. Hanya saja, tanpa sebuah gerakan kecil, mimpi besar tersebut hanya akan menguap dalam ruangan kosong.
Seorang hedonisme selalu menyukai sesuatu yang instan. Dibandingkan bekerja keras dan membuahkan hasil. Dia lebih suka berkhayal dalam mimpi dan berharap kelak ada keajaiban yang mengabulkan mimpinya.

5. Selalu menekan orang lain untuk memenuhi keinginanmu

Sikap malas dan tidak ingin bekerja keras adalah ciri-ciri dari hedonisme. Mereka cenderung mencari kenyamanan dan kebahagiaan secara instan tanpa memikirkan dampak masa depan. Dan terkadang sikap mereka yang arogan dan egois dapat menekan dan menyakiti hati orang lain.
Sikap dan perilaku sehari-hari dapat membawamu ke pengaruh hedonisme tanpa kamu sadari. Membiasakan hidup sederhana dan menyukai tantangan adalah cara untuk keluar sedikit demi sedikit dari pengaruhnya.
Karena tidak ada yang kesenangan yang sempurna tanpa diiringi dengan segala kerja keras untuk meraih kesenangan itu sendiri.


Yenny Anggrainy Photo Community Writer Yenny Anggrainy
Penulis dan calon pengusaha 



#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan

Minggu, 08 Desember 2019

Konsumerisme Sudah Menjadi Budaya dan Jadi Persoalan Serius

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Dr Karlina Supelli menyatakan, saat ini konsumerisme menjadi budaya di lingkungan masyarakat Indonesia.
Budaya konsumerisme  merupakan persoalan utama dan serius.
"Penelitian LIPI menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 106 negara di dunia yang diukur terkait tingkat kepercayaan diri untuk berbelanja," kata pada Serial Fokus Group Discussion (FGD) serial-6 yang digelar PPAD, FKPPI dan YNSB bertema Strategi Kebudayaan Kontekstual Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, kemarin.
Karlina membandingkan Indonesia dengan dua negara kaya, Skandinavia dan Swiss yang justru menempati urutan ke 60 dan 70 dalam hal kepercayaan diri untuk berbelanja.
“Ini memunculkan lingkaran setan, masyarakat menjadi tidak produktif dan cenderung menjadi konsumen dan ini harus mendapat perhatian," kata Karlina.
Karlina juga menyoroti persoalan korupsi yang kini dihadapi Indonesia dalam membangun negara.
Menurut dia, mengubah kebiasaan sehari-hari, diantaranya mengubah budaya baik cara berpikir, merasa dan bertindak merupakan cara mengatasinya.
Karlina menekankan pentingnya membangun kebiasaan-kebiasaan yang bukan hanya personal, tetapi juga kebiasaan personal yang punya efek bagi kebaikan hidup bersama.
Bambang Wibawarta menyoroti rendahnya Human Capital Index Indonesia di ASEAN yang mengalami penurunan sehingga menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan daya saing dan ini akan lebih sulit menghadapi era globalisasi.
"Karenanya diperlukan strategi kebudayaan untuk dijadikan benteng menghadapi segala tantangan bangsa.
"Ini memiliki dua makna yakni strategi pengembangan dan pelestarian kebudayaan dan strategi sebagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, politik, menghadapi proxy war dan neocortical war yaitu cara perang tanpa penggunaan kekerasan," katanya.
GFD tersebut menjadi rangkaian Simposium Nasional Kebudayaan bertema Pembangunan Karakter Bangsa Untuk Melestarikan dan Mensejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


#sccaparkost #AgenPerubahan #GayaHidupProduktif #AgentOfChange #aparkost #infomakassar

Senin, 18 November 2019

MEMBEDAH KONSUMERISME

Definisi
Steven Miles (2006) menyatakan bahwa konsumsi dengan konsumerisme (hyper-consumption) memiliki perbedaan. Mengutip Oxford dictionary, consumption berarti ‘membeli dan memakai suatu barang (goods)’. Sedangkan Campbell (1995) mendefinisikan konsumsi sebagai ‘memilih, membeli, menggunakan, merawat dan memperbaiki barang ataupun jasa.

Jika konsumsi hanya berkaitan dengan perilaku, perbuatan, maka konsumerisme memiliki cakupan yang lebih luas; suatu way of life (Miles, 2006:4). Miles mengutip dari Bocock (1993) mendefinisikan konsumerisme sebagai seperangkat praktik sosial, ekonomi dan budaya yang disaijkan untuk melegitimasi kapitalisme ditengah kehidupan masyarakat.

Definisi lain dari konsumerisme dapat diambil dari Sklair (1991): ‘konsumerisme adalah suatu budaya yang mengharuskan kita membutuhkan sebanyak mungkin barang dan jasa yang kita melakukannya bukan hanya guna kebutuhan, namun untuk kesenangan dan kebahagiaan.’

Sedangkan Buskirk dan Rothe dalam jurnalnya tahun 1970, mendefinisikan consumerism sebagai: “The organized efforts of consumers seeking redress, restitutions and remedy for dissatisfaction they have accumulated in the acquisition of their standard of living.”
Artinya: Suatu upaya terorganisir untuk menemukan kembali, mengganti kerugian, dan mengobati ketidakpuasan yang telah diakumulasi dalam memenuhi standar hidup masyarakat

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik penjelasan bahwa Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.

Jean Baudrillard dalam bukunya Masyarakat “Konsumsi” (1970) menjelaskan fenomena ini dengan:

“Kita lalu menjadi pemboros agung, mengonsumsi tanpa henti, rakus dan serakah. Konsumsi yang kita lakukan justru menghasilkan ketidakpuasan Kita menjadi teralienasi karena perilaku konsumsi kita. Pada gilirannya ini menghasilkan kesadaran palsu. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan makmur padahal miskin.”

Budaya konsumerisme terutama muncul setelah masa industrialisasi ketika barang-barang mulai diproduksi secara massal sehingga membutuhkan konsumen lebih luas. Media dalam hal ini menempati posisi strategis sekaligus menentukan; yaitu sebagai medium yang menjembatani produsen dengan masyarakat sebagai calon konsumen.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa konsumerisme sudah terjadi sejak masa revolusi industri pertama, akhir abad 18. Ditandai dengan adanya fasilitas produksi mekanis menggunakan mesin dan uap.

Peran Konsumsi dan Pemasaran pada Sistem Makro Ekonomi

Rumus pertumbuhan ekonomi ala Keynes yang kita pakai, di negara ini dan sekarang, GDP= C+I+G (X-M) turut menjelaskan terjadinya konsumsi yang tinggi. Model ini menjelaskan: Setiap kali ada Investor dan investasi baru, maka pekerjaan bakal meningkat. Kalau banyak yang bekerja, tingkat pendapatan total juga baik.

Kalau masyarakat pendapatannya sudah tinggi, permintaan barang konsumen juga naik. Lalu di asumsikan ekonomi bakal tumbuh dan kekayaan nasional meningkat. Itu cara kerja ideal ‘Trickle down Effect’ alias menetes ke bawah.

Cara mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sederhana. Disisi lain, bisa pula dipahami elemen konsumsi rumah tangga yang semakin tinggi maka pertumbuhan ekonomi juga semakin tinggi.

Kalau di kritisi, instrumen penting supaya sistem ini tetap jalan; Pemasar dan Pengiklan.! Masyarakat harus dirangsang dan diatur permintaannya di pasar. Dengan mindset: ‘Ingin, ingin, butuh, butuh, beli, beli, beli semua.’ Selain uang yang dibelanjakan masyarakat harus meningkat, perilaku (tindakan) mereka harus bisa diramal.

Kalau permintaan dan daya (lebih tepatnya kemauan) beli rendah, sistem ini gak jalan. Barang yang di produksi gak laku, investasi gak balik modal. Pemasar dan sales lah yang mbantu sistem Keynes langgeng di kurikulum kuliah Ekonomi. (Intisari dari buku Fritjof Chapra, 2014)

Dikutip dari website Indonesia-Investment, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55-58 persen dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun beberapa tahun terakhir terjadi perlambatan dari konsumsi rumah tangga, namun ada kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank, hal ini menunjukkan konsumen memilih menghemat dana, dengan menabung.

Dari data bank dunia juga ditemukan bahwa setiap tahun ada sekitar 7 juta penduduk Indonesia yang masuk dalam kelas menengah. Kelas menengah ini diprediksi akan terus tumbuh sampai pada tahun 2030. Tingginya jumlah kelas menengah ini tentu menjadi peluang pasar yang sangat besar bagi produsen lokal maupun global.

Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) selama periode 2011-2015 mengalami perlambatan, disebabkan oleh: perlambatan pertumbuhan ekonomi global, Menurunnya harga komoditas, Tingkat suku bunga BI yang tinggi (guna menekan inflasi), Politik di Indonesia, lemahnya konsumsi rumah tangga. (Indonesia Investment, diakses 2018)

Perkembangan Ilmu dan Praktik Pemasaran

Dari uraian diatas, dapat ditemukan bahwa pemasaran menjadi bagian penting dari budaya konsumerisme dan konsep pertumbuhan ekonomi yang kita anut. Pemasaran (marketing) secara sederhana merupakan proses pengenalan produk dan jasa kepada konsumen potensial. Meliputi aspek periklanan, hubungan publik, promosi dan penjualan. Pemasaran mencakup proses yang lebih luas daripada penjualan.

Philip Kotler mendefinisikan pemasaran sebagai aktifitas sosial dan sebuah pengaturan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekelompok orang dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Sementara menurut Basu dan Hani, pemasaran adalah kegiatan perencanaan dalam pengelolaan barang dan jasa, penetapan harga, hingga proses produksi dan pendistribusiaanya. Dimana keseluruhan prosesnya bertujuan memenuhi kebutuhan konsumen dan memperoleh laba.

Pemasaran muncul sebab adanya persaingan antar merek dan perusahaan. Model pemasaran juga berkembang sesuai dengan tuntutan jamannya. Menurut pakar pemasaran Indonesia, Hermawan Kertajaya, perkembangan tersebut dapat dipilah dalam empat periode:
  1. Marketing 1.0 merupakan pemsaran yang berfokus pada produk (Product Centric Era) Pada era ini produsen membuat produk yang bagus, dimana kegiatan pemasaran diarahkan sesuain dengan kemauan produsen. Keinginan konsumen belum terlalu diperhatikan.
  2. Marketing 2.0 merupakan pemasaran yang berfokus pada pelanggan (Customer Centric Era). Di era ini, produsen mencari pelanggan dan mempelajari need and want Setelah itu menciptakan produknya. Kegiatan marketing diciptakan sesuai keinginan mereka. Produsen selain memperhatikan kualitas produk, juga memperhatikan keinginan pasar.
  3. Marketing 3.0 adalah pemasaran yang berfokus pada kemanusiaan. Produsen sangat memperhatikan produk dan pelanggan. Kegiatan pemasaran juga tidak hanya fungsional dan emosional, namun mengarah pada ranah spiritual. Produsen menyuguhkan sisi kemanusiaan, nilai universal dan tidak jarang kepedulian pada alam. Perusahaan misalnya mulai mempublikasikan kinerja kepeduliannya pada lingkungan hidup, Bursa Efek juga menampilkan perusahaan-perusahaan yang dianggap memiliki bermacam bentuk pertimbangan dalam usahanya berkaitan dengan kepedulian pada lingkungan, tata kelola perusahaan, keterlibatan masyarakat, sumber daya manusia, hak asasi manusia, dan perilaku bisnis dengan etika bisnis yang diterima di tingkat international dalam indeks SRI KEHATI.
  4. Marketing 4.0 merupakan pemasaran yang fokus pada kemanusiaan di era digital. Era ini produsen mengitegrasikan antara style dan substansi, dimana selain harus memiliki branding yang bagus, produsen juga harus menyediakan konten yang relevan dengan pelanggan. ( Website Republik Digital)
Berdasarkan konsep dari Kertajaya tersebut, konsumen saat ini selain harus dibentuk awareness (kepekaannya) terhadap merek, juga harus mau melakukan advokasi pada produk. Meskipun mereka tidak membeli produknya.
Kondisi ini dibentuk dengan beberapa cara, yaitu:
  1. Human centric marketing: Membangun brand sebagai manusia, kalau gagal menjadi manusia, pelanggan tidak tertarik. Dalam hal ini brand harus memiliki enam sifat: physicality, morality, personability, intellectuality, emotionality, dan sociability.
  2. Content Marketing: Merupakan cara berjualan kepada pelanggan, namun tanpa membuat pelanggan merasa dijualin. Ada dua kunci, yaitu: content creation dan conten amplification. Bagaimana membuat konten yang menarik, kemudian mendistribusikannya dengan berbagai saluran.
  3. Omni Channel Marketing: Mengintegrasikan antara online dan offline. Tidak cukup hanya mengandalkan salah satunya.
  4. Engagement marketing: mempertahankan pelanggan lewat aplikasi mobile, beri solusi lewat CRM, dan pengendalian perilaku lewat Gamifikasi.
Perkembangan Wadah Konsumerisme: Hyper-Minimart dan Online Shopping
Kita bisa memperhatikan bagaimana pusat-pusat perbelanjaan (disertai hiburan) berkembang di kota-kota besar. Sedangkan infiltrasi minimarket telah menjangkau pelosok-pelosok desa, bahkan di lokasi yang sinyal telekomunikasi masih susah diperoleh.

Sebagai sebuah pasar, hypermarket tidak lagi sekedar berfungsi sebagai arena  transaksi, tetapi juga sebagai temapt akulturasi, tempat belajar, tempat berguru, tempat mencari nilai-nilai, tempat membangun citra diri, tempat merumuskan eksistensi diri, tempat mencari makna kehidupan.

Tempat pertapaan (mencari ketenangan, menghilangkan stress), tempat terapi jiwa (mencari kesenangan, kegairahan, kegembiraan), serta tempat upacara  ritual abad ke-21 –fashion show, opening ceremony, louching ceremony). (Yasraf Amir Piliang, 2009)
Hypermarket (dan minimarket) tidak saja sebagai jalur lalu lintas barang dan jasa, akan tetapi juga lalu lintas gaya, gaya hidup, identitas, nilai-nilai, yang berganti dan berpindah-pindah tanpa  hentinya, layaknya nomad.

Hypermarket dalam hal ini, menjadi sebuah arena pertukaran hasrat. Di dalamnya orang membeli kebenaran (moral, spiritual, social, kultural) dengan harga yang murah, sementara membeli kesemuan, kepalsuan, ilusi, halusinasi, dan ekstrimitas dengan harga yang mahal (ekstasi, citraan, kemewahan, prestise.) (Umanailo, 2018)

Hadirnya abad 21 sebagai era informasi dan internet turut merubah cara manusia melakukan konsumsi. Salah satunya ditandai dengan keberadaan perusahaan marketplace seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee dan sebagainya. Marketplace dan toko online tentu memiliki nilai tambah yang semakin memudahkan manusia melakukan proses konsumsinya.

Fintech (Financial Technology) juga berperan penting dalam meningkatkan budaya konsumsi masyarakat Indonesia, saat ini. Fenomena ini bisa dilihat dari aplikasi Go-pay begitu sukses menarik minat milenial, sementara layanan yang sama oleh bank tradisional tidak? Kuncinya adalah kemudahan dan kesimpelan.

Kenapa mudah dan simpel? Karena semuanya ada di gengaman tangan milenial, yaitu di handphone. “The world is in my hand,”. Hidup milenial adalah di handphone, bukan di kartu atau di kantor cabang. (Yuswohady, 2018)

Keberadaan Fintech sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Perpaduan antara efektivitas dan teknologi memiliki dampak positif-negatif bagi masyarakat pada umumnya.

Fenomena Hijrah; Dagangan Baru Gaya Hidup

Dalam konteks marketing, Yuswohady (2018) mengatakan bahwa cara paling ampuh untuk memasarkan sesuatu adalah dengan menjadikannya sebagai sebuah lifestyle yang keren. Kenapa kafe Upnormal bisa begitu sukses misalnya, bukan dikarenakan Indomie-nya yang disulap dengan beranekaragam topping, tapi lebih karena nongkrong di Upnormal kini sudah menjadi sebuah lifestyle yang keren.

Nah, ketika hijrah disulap menjadi sebuah lifestyle baru yang keren, maka ia akan menjadi “alat pemasaran” yang ampuh untuk mengajak kaum milenial lain berhijrah. Caranya bukan dengan ceramah menggurui, tapi melalui “peer to peer influence” antar sesama milenial.

Ini menjadi gaya baru syiar Islam ala milenial, dimana menyebarkan kebaikan Islam bukan lagi dengan penanaman nilai secara indoktrinatif, tapi dengan menjadikan kebaikan Islam sebagai sebuah lifestyle yang keren. Bulan november 2017 telah dilangsungkan acara Hijrah Fest di Jakarta Convention Center (JCC).

Gaya hidup hijrah semacam ini tentu sesuatu yang sengaja di desain, disamping keberadaan manfaat ajakan untuk berbuat baik sesuai anjuran agama, juga menjadi ladang bisnis dan konsumsi baru bagi masyarakat.

Terutama yang terlihat pada aspek pakaian dan aksesoris pengikutnya. Kita tentu tidak asing bahwa banyak penceramah kondang atau artis hijrah menjadi brand ambassador dari merek-merek segmen hijrah ini.

Menjadi bermasalah jika masyarakat terutama generasi milenial melakukan konsumsi dalam komunitas hijrah seperti ini lalu merasa konsumsinya merupakan bagian dari anjuran agama.

Model Community-based Marketing semacam kelompok hijrah ini tentu memberikan keuntungan bagi produsen yang mampu melihat peluang, sebab berdasarkan suvey biaya memperkenalkan produk (brand) kepada konsumen baru 6 kali lebih besar dibandingkan merek yang telah memiliki basis konsumen.

Hadirnya kelas menengah muslim (yang kemudian bertransformasi dalam komunitas-komunitas hijrah) ini sudah cukup lama, ditandai dengan beberapa fenomena: booming bank syariah, Revolusi hijabers, kosmetik muslim, biro perjalana umroh, menjamurnya  hotel syariah, gairah budaya islam berupa buku dan film, dan kepekaan pada label halal.

Produsen paham, bahwa kelas menengah muslim ini kemampuan konsumsinya cukup tinggi, selain itu konsumsinya dilandasi satu nilai yang sama; keinginan memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.

Perlawanan pada Konsumerisme

Konsumerisme yang merupakan gaya hidup dimana orang membeli barang bukan dilandasi kebutuhan, telah banyak mendapat perlawanan. Kritik dan gerakan tandingan terhadap konsumerisme telah banyak ditemukan.

Sebagai bagian dari kritik, misalnya Adikila (2013) menjelaskan berbagai gaya hidup yang terlahir dari kegiatan konsumsi semakin beragam pada masyarakat perkotaan Indonesia. Kalau dulu ada istilah yang populer dari Descartes, yakni ”Cogito ergo Sum: Aku berpikir maka aku ada”, tetapi sekarang istilah yang populer adalah: ”I shop therefore I am: Aku berbelanja maka aku ada
Sedangkan menurut Baudrillard (1970) masalah konsumerisme  ini tidak akan dapat dipecahkan oleh peningkatan produksi, dengan inovasi kekuatan produksi, atau dengan apa yang biasanya kita pandang sebagai peningkatan daya beli.

“Satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini terletak pada perubahan dalam hubungan sosial dan dalam logika sosial. Kita memerlukan suatu logika sosial yang membawa bersamanya banyak pertukaran simbolik,”

Yang terbaru, beberapa diskursus dan gerakan yang paling mengemuka misalnya yang dilakukan kelompok Environmentalis dan penganjur gaya hidup minimalis.

#1 Konsumerisme vs Environmentalisme
Environmentalisme adalah keharusan budaya yang kita lakukan dengan cara meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan  hal ini dilakukan dengan menghindari konsumsi berlebihan, dimana hanya dengan cara ini kita bisa mengurangi kerusakan lingkungan dan menciptakan kelestarian ekologis (Milton, 1996).

Gerakan envrionmentalis memiliki kontradiksi dengan konsumeris,  dimana menurut Ritzer (1999) konsumsi berlebih telah diketahui mendorong terjadinya kerusakan lingkungan, sedangkan perilaku yang dikampanyekan oleh environmentalis berusaha mengurangi kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi.

Kelompok environmentalis misalnya banyak ditemui mengkampanyekan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan plastik secara berlebih, sebab telah diketahui dampaknya mencemari laut dan merusak ekosistemnya.

#2 Konsumerisme vs Minimalist Life
Minimalisme merupakan gaya hidup yang identik dengan pendekatan anti-konsumerisme yang dipadukan dengan keinginan  untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna daripada sekedar perilaku yang berorientasi pada konsumerisme.

Prinsip utamanya adalah ‘Kurang merupakan kelebihan’ yang menjelaskan bahwa mengkonsumsi lebih sedikit guna meraih lebih banyak aspek non-meterial dalam hidup. Pandangan minimalis semacam itu menyediakan instrumen yang komprehensif untuk melaksanakan pola tertentu. Minimalis ini termasuk: kritik konsumerisme (konsumsi berlebihan); pengalihan aspirasi pasca-materialistik (penemuan nilai nyata dalam hidup) dan metode restrukturisasi gaya hidup lama seseorang. (Renata Dopierala, 2017)
Esensi dari gerakan minimalis adalah menjadi negasi dari pembelian kompulsif, yang dilakukan tanpa berpikir, tanpa analisis kritis terhadap jumlah objek yang dimiliki bersama dengan makna sosial yang dianggap timbul dari objek tersebut. Mengutip Renata Dopierala (2017):

“Minimalisme bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi hanya alat untuk mengejar tujuan. (…) Jika kita ingin menjalani kehidupan yang sederhana, bijaksana, dan harmonis, kita harus memahami nilai-nilai mana yang penting bagi kita karena mereka menuntun kita melalui kehidupan dan yang lainnya.”

Gerakan minimalis percaya bahwa iklan merupakan penyebab lahirnya hasrat untuk terus mengkonsumsi. Mereka juga memberikan pernyataan: kenapa kita harus bekerja sedemikian keras hanya untuk membeli dan memiliki terlalu banyak hal.!

Penulis: Luthfi Hamd
(Disusun sebagai bahan kajian di Malang)


#GayaHidupProduktif #AgentOfChange #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC

Kamis, 07 November 2019

Selain Mudah Tergoda, Ini Kesalahan Mengelola Keuangan Keluarga

TEMPO.CO, Jakarta - Para ibu sering kali mendapat tanggung jawab mengelola keuangan keluarga. Alasannya beragam, para ibu dinilai memiliki ketelitian dalam berhitung, cermat menyisihkan dana, updates tentang harga barang kebutuhan bulanan, dan berani tawar-menawar di pasar. 

Namun, di balik keunggulan itu, ada pula godaan-godaan yang membuat para ibu kerap melakukan kesalahan dalam pengaturan keuangan keluarga. Kali ini kita ambil contoh para ibu baru di era milenial. Kesalahan yang mereka buat kerap dipicu dari faktor internal ataupun eksternal seperti yang diungkapkan Prita Hapsari Ghozie, perencana keuangan independen, dalam acara peluncuran buku “MoneySmart Parents” yang ditulisnya bersama presenter Nadia Mulya, di Jakarta Selatan, pekan lalu

1. Mudah terpengaruh
Dengan keleluasaan informasi dari media sosial hingga beragam grup chat menjadi wadah berbagi apa pun dari gaya hidup, sekolah anak, tempat liburan hingga belanja baju anak. Hal ini bisa memicu faktor kesalahan dalam perencanaan keuangan ibu milenial.

“Ibu-ibu biasanya gampang terpengaruh dari ibu-ibu lain, bisa jadi racun positif atau negatif. Pada saat kita mengikuti racun tersebut, kita mesti melihat kemampuan finasial kita. Kita pengennya sama atau merasa kebutuhannya sama, tetapi kemampuannya lain,” ungkap Prita.

2. Pola pikir yang menggampangkan pinjaman

Kedua, kedua menggampangkan meminjam. Bukan cuma kartu kredit, tapi ada pinjaman online atau tunda bayar untuk sejumlah aplikasi. “Jadi, para ibu merasa ‘ah nanti semua selesai’. Pada saat itu semua numpuk, rencana tinggal rencana. Pusing dalam pembayaran,” kata ibu dua anak ini.

3. Faktor emosional

Banyak ibu yang mementingkan emosional saat membeli sesuatu, misalnya mengutamakan keinginan daripada kebutuhan. “Namanya juga di masa perubahan ya. Orang tua baru ini menghadapi situasi dan tantangan baru. Banyak sekali yang mengaitkan konsumsi dengan emosi,” Prita menjelaskan.

4. Kurangnya pemahaman tentang investasi

Seringkali para ibu kurang memahami investasi. Mereka lebih memilih investasi atau asuransi berdasarkan teman atau saudara yang menawarkan. Bahkan ada yang berani berinvestasi karena enggak enak sama teman. “Padahal, belum tentu investasi itu yang dibutuhkannya dan sesuai dengan anggaran keuangannya saat ini,” kata Prita.

SILVY RIANA PUTRI


#GayaHidupProduktif #AgentOfChange #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC

Jumat, 01 November 2019

Milenial, Latte Factor Bisa Bikin Kamu Susah Menabung dan Beli Rumah

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini, dalam kehidupan sehari-hari cukup lumrah punya kebiasaan menyeruput kopi kekinian. Mudahnya, beli kopi bisa pakai aplikasi dan langsung diantar. Mungkin saja itu adalah Latte Factor Anda. Istilah ini mengacu kepada pengeluaran kecil tidak penting yang bisa ditiadakan namun rutin dilakukan sehari-hari. Istilah latte factor diperkenalkan oleh David Bach, salah seorang pakar keuangan.
Latte factor tidak hanya mengenai kopi yang kini semua orang berlomba-lomba untuk berjualan di setiap sudut kota, namun juga berbagai pengeluaran lainnya yang tidak disadari seperti membeli air mineral kemasan, belanja cemilan, biaya transfer antar bank hingga biaya top-up uang elektronik. Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia menjelaskan, latte factor bisa muncul dengan mudah hanya karena kebiasaan, tekanan sosial hingga kontrol diri yang lemah.
"Tanpa disadari latte factor menggerogoti penghasilan hingga sulit untuk menabung apalagi berinvestasi,” jelas Johanna dalam pernyataannya, Selasa (29/10/2019).
Lalu, adakah kaitan dengan rendahnya minat kaum milenial untuk membeli properti? Sebagai bagian dari investasi jangka panjang, properti tampaknya belum tertanam dalam pola pikir generasi milenial bahwa tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi namun juga kebutuhan pokok. Dengan banyaknya latte factor hingga faktor lainnya seperti tren traveling dengan tujuan eksplorasi berbagai tempat selagi muda semakin menjauhkan generasi milenial dari motif memiliki rumah. Berdasarkan house price to annual income ratio atau harga rumah berbanding pendapatan per tahun, harga properti yang sebaiknya dibeli maksimal 3 kali dari penghasilan tahunan.
Melihat hal tersebut, Grant Thornton Indonesia menyarankan Anda menemukan apa saja latte factor Anda. Mulai dengan catat pengeluaran harian sejak mulai beraktivitas dan telusuri apa saja pengeluaran yang tidak penting. Kemudian, lakukan efisiensi dan mulai fokus pada kebutuhan pokok untuk membentuk kondisi finansial yang lebih stabil. Apabila pengeluaran untuk latte factor ini bisa dikontrol dan diminimalisir, tentu ada potensi dana yang bisa ditabung untuk uang muka properti atau diinvestasikan di instrumen lainnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Milenial, Latte Factor Bisa Bikin Kamu Susah Menabung dan Beli Rumah", https://money.kompas.com/read/2019/10/29/184223726/milenial-latte-factor-bisa-bikin-kamu-susah-menabung-dan-beli-rumah.

Penulis : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
#GayaHidupProduktif #AgentOfChange #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC

Jumat, 25 Oktober 2019

Miliarder Akui Kapitalisme Itu Mengerikan

Liputan6.com, Washington D.C. - Amat jarang ada miliarder yang mengakui dampak buruk kapitalisme. Hal itu tak berlaku bagi miliarder teknologi Marc Benioff yang mengakui kapitalisme memiliki sisi mengerikan karena membawa ketimpangan (inequality).

"Kapitalisme, saya akui, telah berbaik hati pada saya. Tetapi kapitalisme yang dipraktikkan beberapa dekade belakangan ini, yang terobsesi memaksimalkan keuntungan untuk pemegang saham, juga telah membawa pada ketimpangan yang mengerikan," ujar Benioff seperti dikutip CNBC.

Menurut Forbes, Benioff memiliki kekayaan USD 6,3 miliar atau Rp 89,2 triliun (USD 1 = Rp 14.164). Kekayaan berasal dari Salesforce, sebuah firma software cloud yang ia dirikan pada tahun 1999.

Solusi yang ditawarkan sang miliarder adalah kapitalisme yang lebih adil. Caranya adalah para pebisnis memberikan timbal balik positif ke masyarakat, dan tidak hanya meraup untung. Pajak yang lebih tinggi bagi orang kaya dianggap menjadi jalan.
"Secara nasional, menambah pajak dari individual dengan pendapatan tinggi seperti saya akan membantu triliunan dolar yang kita amat butuhkan untuk meningkatkan pendidikan dan layanan kesehatan dan melawan perubahan iklim," jelas Benioff.

Ide menaikkan pajak sendiri menjadi perdebatan panas di Amerika Serikat. Ada dua kandidat calon presiden AS yang ingin pajak orang kaya tambah tinggi, yakni Senator Bernie Sanders dan Senator Elizabeth Warren.

Jika wacana Bernie Sanders berhasil, maka miliarder seperti Mark Zuckerberg harus membayar pajak kekayaan sebesar Rp USD 5,8 miliar per tahun. Sementara, orang terkaya di dunia Jeff Bezos harus rela membayar pajak kekayaan hingga USD 9 miliar.

Wacana Pajak Kekayaan



Kekayaan melimpah yang dimiliki miliarder kerap menjadi incaran untuk menambah pundi uang di satu negara. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS).

Terdapat kandidat calon presiden AS yang berencana menaikkan pajak bagi para miliarder secara signifikan.

Dilaporkan CNBC, rencana itu berasal dari Senator Bernie Sanders, kandidat calon presiden Partai Demokrat. Senator Sanders terang-terangan menyebut bahwa miliarder seharusnya tidak boleh ada.

Dalam proposal pajak kekayaan tahunan, mereka yang punya harta di atas USD 10 miliar (Rp 141,7 triliun) harus membayar pajak hingga delapan persen per tahun. Pajak kekayaan tahunan itu berbeda dari pajak pendapatan.

Bila rencana kandidat itu tercapai, maka CEO Amazon Jeff Bezos salah satu yang akan menjadi korban. Orang terkaya di dunia ini, harus rela membayar pajak hingga USD 9 miliar atau Rp 127,6 triliun per tahun.

Jeff Bezos merupakan orang terkaya di dunia. Menurut Bloomberg Billionaires Index, Kekayaannya kini mencapai USD 110 miliar (Rp 1.559 triliun).

Para miliarder lain pun harus siap-siap membayar pajak kekayaan yang fantastis bila Senator Sanders mewujudkan proposal pajak tersebut. Berikut jumlah pajak yang harus dibayar para miliarder jika Bernie Sanders berhasil menang.

Skenario Apabila Pajak Miliarder Tahunan Terjadi



Berikut besaran pajak yang harus dibayar para miliarder tiap tahun jika pajak kekayaan tahunan ala Bernie Sanders terwujud.

1. Jeff Bezos: USD 9 miliar (Rp 127,6 triliun)
2. Bill Gates: USD 8,6 miliar (Rp 121,9 triliun)
3. Warren Buffett: USD 6,6 miliar (Rp 93,5 triliun)
4. Mark Zuckerberg: USD 5,8 miliar (Rp 82,2 triliun)
5. Larry Page: USD 4,8 miliar (Rp 68 triliun)
6. Charles Koch: USD 4,8 miliar (Rp 68 triliun)
7. Larry Ellison: USD 4,7 miliar (Rp 66,6 triliun)
8. Sergey Brin: USD 4,6 miliar (Rp 66,6 triliun)
9. Rob Walton: USD 4,2 miliar (Rp 59,5 triliun)
10. Jim Walton USD 4,2 miliar (Rp 59,5 triliun)

Disadur dari

GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan


Minggu, 20 Oktober 2019

8 Kebiasaan yang Gak Akan Dilakukan oleh Calon Orang Sukses

Menjadi orang yang sukses adalah dambaan setiap orang. Untuk menuju kesuksesan itu pasti butuh usaha yang gak main-main. Nah kalau cita-cita kamu ingin jadi orang sukses, kurangi kebiasaan yang ada di bawah ini yuk!

1. Mengeluh setiap saat dan setiap waktu

Mengeluh sesekali karena suntuk dengan pekerjaan itu wajar, namun kalau mengekuh terus-terusan tiap hari itu gak baik. Coba untuk bersyukur dengan menerima keadaan kamu yang sekarang.

Banyak di luar sana yang lebih menginginkan untuk ada di posisimu saat ini. Daripada mengeluh saat suntuk, lebih baik kamu melakukan hobi kesukaanmu biar pikiran makin segar.

2. Menganggap diri lebih superior dari yang lain

Jangan pernah merasa lebih superior karena kamu lebih dari yang lain, sejatinya semua orang sama saja. Karena saat kamu meremehkan orang lain, di situ kamu gak akan terlihat lebih baik. Tetaplah jadi seseorang yang rendah hati ya!

3. Hobi menunda-nunda pekerjaan

Menunda-nunda pekerjaan akan membuat pekerjaanmu makin numpuk dan kamu makin males buat melanjutkan itu. Coba untuk disiplin dengan diri sendiri dengan memberi target agar pekerjaan bisa selesai. Kalau menunda pekerjaan sama saja kamu juga menunda kesuksesanmu.

4. Takut untuk mencoba sesuatu yang baru

Orang sukses akan selalu ingin mencari tahu sesuatu yang baru, untuk menambah pengalaman dan pelajaran baru dalam hidupnya. Jika takut dalam mencoba maka kamu gak akan ngerti apa itu nanti yang berhadapan dengan kamu nantinya. Walaupun risiko memang besar, tapi setidaknya kalau kamu belum mencoba kamu gak akan tahu.

5. Sering terjebak dalam masa lalu

Mungkin karena masa lalu yang menyakitkan, kamu jadi terperangkap di dalamnya. Jadikan saja itu suatu pembelajaran biar nanti saat dapat masalah lagi itu kamu tahu menyelesaikannya karena sudah pernah mengalami.

6. Merasa tersaingi dengan pencapaian orang lain

Jadikan saja sebagai suatu motivasi dan penyemangat agar kamu juga bisa lebih baik. Jangan pernah merasa iri, karena proses pencapaian yang kamu alami dengan orang lain pasti berbeda.

7. Gak punya tujuan jelas dalam hidup

Kamu harus punya tujuan dalam hidup kamu harus apa dan bagaimana biar gak mengalir begitu saja. Buatlah visi misi sederhana saja biar kamu ngerti harus apa dan bagaimana nantinya.

8. Gak menghargai waktu

Saat kamu gak bisa menghargai waktu, bagaimana kamu bisa menghargai orang lain? Mulailah disiplin dengan waktu, karena setiap waktu itu berharga. Bisa saja saat kamu terlambat masuk kantor tapi ternyata di waktu itu ada klien yang akan kerjasama dengan kamu. Rezekimu bisa lewat begitu saja lho!

Kalau kamu ingin jadi orang sukses, kurang-kurangi kebiasaan di atas ya!

Disadur dari 

#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan

Minggu, 06 Oktober 2019

Bosan Gaji Kecil? Ini Solusinya

Sebagian besar orang menjadikan bekerja sebagai sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagaimana kalau Anda beralih? Salah satunya mengandalkan investasi sebagai sumber mengumpulkan uang.
Investasi kerap disebut cara terbaik menggandakan uang. Bayangkan, kenaikan gaji tahun ini cuma 8%, sementara harga-harga kebutuhan pokok makin mahal. Yang ada uang gajianmu habis tergerus inflasi.

Sedangkan kalau Anda investasi, imbal hasilnya bahkan ada yang mencapai dua digit per tahun. Contohnya saja investasi saham. Dalam jangka panjang, uangmu bisa berlipat meskipun ada bayang-bayang risiko yang akan menghantui.
Tapi kalau Anda jadi investor cerdas, maka risiko-risiko tersebut pasti dapat diatasi dengan langkah tepat. Dengan begitu, investasi bisa menjadi sumber penghasilan menjanjikan untuk masa kini dan masa depan.

Belum punya modal untuk investasi? Tenang, sekarang banyak investasi yang menawarkan modal minim, seperti pendanaan di fintech peer to peer lending, membuka tabungan emas, investasi reksa dana dan saham dengan modal terjangkau.
Anda dapat bekerja untuk mengumpulkan uang dari gaji. Sambil berpikir dan belajar untuk menjadi investor, mulai pilih produk investasi yang sesuai kemampuan bujet dan keinginan Anda. Kemudian totalitas menekuninya, sehingga mampu menjadi investor cerdas.

Jika Anda ingin banting stir, dari bekerja kantoran yang menerima gaji tetap, menjadi investor yang mengandalkan investasi sebagai sumber penghasilan utama, simak ulasannya berikut ini:


Tujuan jangka panjang atau pendapatan tetap?
Pada praktiknya, sebagian besar investor menjadikan investasi untuk sampingan mereka. Investasi hanya cara mereka untuk menyisihkan sebahagian dari gaji agar tidak ludes untuk foya-foya. Mereka berinvestasi dalam jangka panjang untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

Misalnya: Ketika Anda investasi dalam bentuk emas atau properti, maka Anda mengharapkan keuntungan dari penanaman modal tersebut di masa depan. Memang tidak instan, tapi untung atau imbal hasilnya memang besar. Tahu sendiri kan harga properti setiap tahun naik tinggi, emas pun terbilang investasi yang stabil.

Jika dibedah satu-satu. Investasi emas tentu tidak akan terlihat di bulan-bulan awal, sehingga tidak bisa diharapkan jadi sumber pendapatan utama dalam keuangan. Tapi untuk properti, Anda bisa beli properti jadi, lalu menjualnya dengan harga tinggi. Anda jual dengan harga pasaran yang berlaku sekarang di daerah tersebut.

Harga makin selangit kalau properti yang Anda beli berada di lokasi strategis. Investasi properti lainnya, disulap jadi kos-kosan. Wah itu sih sudah bisa jadi penghasilan tetap bulanan Anda. Bukan lagi investasi jangka panjang saja.

Satu rumah Anda beli Rp300 juta, jadi 5 pintu kontrakan saja, lalu disewakan Rp1,5 juta per bulan, maka Anda akan mendapatkan omzet Rp7,5 juta sebulan. Anda dapat balik modal dalam kurun waktu 40 bulan (3 tahun 4 bulan). Bayangkan kalau bisa lebih dari itu.
Jika melihat peluang di atas, investasi bukan tidak mungkin jadi sumber uang Anda. Selagi Anda mampu memilih instrumen investasi yang tepat sejak awal, mengelolanya dengan ilmu dan pengalaman, dan mengatasi berbagai risikonya, investasi dapat membuat uang Anda ‘berkembang biak.’

Diversifikasi membuat investasi aman dan menguntungkan
Kalau sudah memutuskan mencari penghasilan tetap dari investasi, jangan cuma tanam modal di satu produk investasi. Diversifikasi ke banyak portofolio. Contohnya Anda sudah investasi di properti, cari lagi peluang investasi yang memberikan keuntungan besar, seperti saham, reksa dana atau p2p lending. Konsekuensinya tentu saja risiko juga besar.

Selain itu, diversifikasi dapat membantu melindungi keuangan Anda, jika sewaktu-waktu salah satu produk investasi Anda mengalami kerugian atau untung gak maksimal.

Misalnya: Dalam beberapa tahun terakhir, Anda investasi di tiga instrumen yang berbeda, yakni: saham, properti, dan p2p lending. Di luar dugaan Anda sebelumnya, investasi saham jeblok, tidak dapat pembagian dividen. Tapi di tengah kekacauan situasi tersebut, ada investasi p2p lending dan properti yang tetap mengalirkan pundi-pundi uang ke kantong Anda.

Diversifikasi akan menyelamatkan seluruh investasi yang Anda miliki dan mengamankan keuangan Anda dari risiko kebangkrutan. Pastikan Anda selalu melakukan diversifikasi investasi.

Pilih Perusahaan Investasi Legal

Mau investasi, tapi ingin yang modal terjangkau dan memberi untung besar? Coba saja tanam modal di fintech p2p lending Indodana. Modal cuma Rp100 ribu, bisa dapat keuntungan hingga 16% per tahun. Fintech ini sudah terdaftar resmi dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, jangan salah pilih sehingga terjebak melakukan pendanaan di fintech lending bodong.



#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan



Senin, 30 September 2019

Ibu Muda Mau Mulai Investasi, Ini 3 Langkahnya

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa bilang jadi ibu rumah tangga (IRT) tidak bisa investasi? Tentu saja bisa asal mau mencoba. Kendati demikian, ada langkah-langkah khusus yang harus dimengerti ibu rumah tangga. Sebetulnya, langkah ini tidak berbeda dengan langkah yang disuguhkan untuk investor pemula. Namun, ada beberapa perbedaan yang juga mempengaruhi investasi Anda di masa depan. 

Untuk itu, berikut Kompas.com jabarkan di bawah ini. 

1. Pahami profil risiko Tidak hanya bagi investor pemula, ibu rumah tangga juga mesti melewati tahap ini. Sebab dengan memahami profil risiko, Anda akan tahu ke mana dana Anda berlabuh. Tidak lupa, Anda juga harus mengetahui tujuan keuangan Anda di masa depan. Untuk dana pensiun misalnya, pilihlah instrumen investasi jangka panjang dengan return tinggi, atau bisa juga pilih investasi jangka panjang yang lebih aman. 

 "Tiap orang berbeda-beda tujuannya. Setiap orang juga punya profil risiko yang berbeda-beda, ada yang berani (agresif), ada yang main aman (konservatif). Jadi kenali dulu maunya seperti apa," jelas blogger sekaligus ibu muda Rahne Putri di Jakarta, Kamis (26/9/2019). 

2. Sesuaikan profil risiko Setelah memahami profil risiko, sesuaikanlah profil risiko dengan instrumen investasi. Di sinilah yang membedakan ibu rumah tangga dengan investor pemula yang kebanyakan milenial. Jika milenial cenderung agresif karena belum ada tanggungan atau kebutuhan mendesak, ibu rumah tangga sebaliknya. Kebanyakan, ibu rumah tangga akan bermain konservatif untuk mengecilkan risiko yang timbul. 

 "Bagi ibu rumah tangga biasanya profilnya konservatif, jadi bisa menaruh dananya di emas, peer to peer lending untuk usaha, atau deposito," kata Rahne. Kendati demikian, tidak semua ibu rumah tangga memiliki profil konservatif. Ada juga yang agresif atau moderat dalam berinvestasi. Bagi Anda yang agresif, bisa saja menaruh aset di saham agar mendapat return yang lebih terasa. 

Tapi perlu diingat, hal itu mesti kembali disesuaikan lagi dengan profil risiko dan kenyamanan Anda. "Bagi saya penting untuk tahu risikonya seperti apa, baru nanti ditentukan dari situ," ucap Rahne. 

3. Berani mencoba Setelah menyesuaikan, poin terakhirnya adalah berani mencoba, bukan hanya mencari tahu. Anda akan tahu lebih banyak saat mencoba. Pun bisa belajar di dalamnya. "Pokoknya harus berani nyoba dulu sih. Saya sendiri belajar lebih banyak karena memulai dulu. Dari situ saya ngerti 'oh, jadi begini cara mainnya'. Kalau enggak mau mencoba kesempatan belajarnya jadi hilang," tuturnya.


#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ibu Muda Mau Mulai Investasi, Ini 3 Langkahnya", https://money.kompas.com/read/2019/09/26/143400226/ibu-muda-mau-mulai-investasi-ini-3-langkahnya?page=all.
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan

Minggu, 22 September 2019

Tak Ingin Kerja Keras Bagai Kuda Hingga Tua, Singkirkan 5 Kesalahan Finansial Ini!

Fimela.com, Jakarta Kesuksesan memang hanya bisa diraih dengan kerja keras. Tapi masa iya mau kerja bagai kuda hingga usia senja? Bukan hanya soal menentukan pilihan karir yang tepat dengan penghasilan tinggi, tapi kesalahan finansial yang dilakukan di usia produktif bisa jadi hambatan berat. Biar bisa menikmati hari tua dengan bahagia, singkirkan 5 hal buruk ini sejak dini.
Gaya Hidup Konsumtif

Gaji yang besar belum tentu punya tabungan atau investasi yang akan membantu mengamankan kondisi keuanganmu di masa depan. Apalagi ditambah dengan pengeluaran besar akibat gaya hidup konsumtif yang bikin gaji sering ludes. Jika diteruskan, kebiasaan buruk ini bakal sulit mewujudkan kemerdekaan finansial di usia tua. Mulai ubah gaya hidup dengan menggunakan uang sesuai dengan prioritas dan perencanaan yang cermat.

Berpikir Semua Sesuai dengan Rencana
Lulus kuliah lalu mendapatkan pekerjaan impian. Sounds good, right? Sayangnya, tidak semua rencana berjalan sesuai dengan keinginanmu. Jika yang terjadi sebaliknya, ada baiknya untuk memiliki cadangan rencana finansial untuk mempersiapkan hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu juga kebutuhan lainnya seperti menikah dan memiliki anak yang bikin biaya untuk memenuhi kebutuhan semakin besar.

Malas Berinvestasi
Menganggap belum terlalu perlu atau pertimbangan gaji yang tidak terlalu besar membuat kamu enggan berinvestasi. Padahal, cara ini cukup efektif untuk membantu menjaga kondisi finansial di masa yang akan datang. bukan soal jumlah uang yang dikeluarkan untuk berinvestasi tapi bagaimana memilih investasi jangka panjang dibarengi dengan sabar dan konsisten.
Ada beberapa alternatif investasi yang bisa dipilih, mulai dari logam mulia, reksadana, deposito, hingga properti. Buat yang sudah paham berinvestasi seringkali tergoda untuk menggelontorkan banyak dana untuk bermain saham. Memang imbal baliknya cukup besar, tapi sebanding juga dengan risikonya yang dapat membuat keuanganmu berantakan jika hasilnya tidak sesuai dengan keinginan.

Enggan Memiliki Asuransi
Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan, inilah pentingnya memiliki asuransi untuk menjamin kondisi finansial dari hal-hal yang tak terduga. Walau awalnya terasa berat untuk menyisihkan uang di luar pengeluaran bulanan rutin, tabungan, dan cicilan, namun pengorbananmu tak akan sia-sia. Ada berbagai asuransi uang dirancang untuk mengamankan finansialmu. Mulai dari asuransi kesehatan, jiwa, pendidikan, hingga properti dan kendaraan bermotor.

Gampang Menyerah
Ini adalah kesalahan finansial yang paling buruk. Tidak sedikit yang memilih untuk menyerah setelah mengalami kegagalan, misalnya kehilangan pekerjaan atau bangkrut saat merintis usaha. Padahal gagal di usia muda seharusnya bukan membuatmu berhenti berusaha, tapi justru bangkit dan berbenah agar kegagalan tersebut tak terulang untuk kedua kalinya.
Mumpung masih berada di usia produktif, perbaiki diri sendiri terutama untuk urusan finansial demi masa depan yang cerah. (eth)

Disadur dari

#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan


Rabu, 11 September 2019

Tips Berinvestasi Dana Kecil, dari Tabungan Receh hingga Reksadana

Berinvestasi tidak harus dimulai dengan dana yang besar, namun dengan menyisihkan uang receh atau reksadana.

 tirto.id - Tidak sedikit orang yang mengira berinvestasi membutuhkan dana yang besar. Padahal, bisa juga dimulai dari dana kecil. Anda bisa berinvestasi mulai dari Rp10.000 setiap bulan, misalnya saja tabungan emas di pegadaian. Selain itu, dengan membuka rekening saham hanya dengan nominal awal sebesar Rp100.000 saja, setara dengan uang makan selama tiga sampai empat hari.

Salah satu cara agar bisa berinvestasi ada konsisten dan melakukan kebiasaan baik, seperti menyisihkan uang setiap bulan secara teratur. Investasi bisa dimulai kapan saja, bahkan buat para mahasiswa atau karyawan baru yang masih bergaji kecil. Semakin cepat investasi dimulai akan semakin kuat kondisi keuangan.

Kunci membangun kekayaan adalah mengembangkan kebiasaan baik, dengan menyisihkan uang secara teratur setiap hari, minggu, dan bulan. Besar atau kecil investasi, tentunya tidak dapat dilihat dalam jangka waktu satu atau dua bulan saja namun jangka panjang.

Berikut ini cara sederhana berinvestasi yang bisa dimulai dari sekarang, seperti yang dilansir dari Moneyunder30.com, Senin (4/3/2019). 1.Menabung Uang Receh Jangan sepelekan uang receh. Kebiasaan menabung, bisa dimulai dari uang receh. Sediakan satu toples kosong dan masukan uang receh nominal Rp500 atau Rp1.000 ke dalam toples tersebut.

Selain itu metode lain yang bisa dicoba adalah dengan berkomitmen menabung dengan nominal tertentu setiap bulan. Ini bisa dimulai dengan nominal Rp5.000 per hari. Setelah satu bulan, bisa disetorkan ke tabungan emas pegadaian atau tabungan khusus investasi di bank.

Setelah konsisten dalam beberapa bulan, cobalah menambah nominal menjadi Rp7.000, Rp10.000, dan selanjutnya. 2. Buka Tabungan Rencana atau Berjangka Ini adalah salah satu trik jitu, untuk mereka yang sulit menabung. Tabungan rencana atau tabungan berjangka adalah salah satu program yang ada hampir di setiap bank. Saldo rekening akan dipotong otomatis setiap bulan, sesuai nominal yang disepakati dan dalam jangka waktu tertentu.

Misalnya saldo tabungan akan dipotong otomatis atau auto debit Rp100.000 per bulan selama satu tahun. Setelah satu tahun tabungan tersebut bisa dialihkan menjadi investasi lainnya seperti emas atau saham.

Tujuan investasi bisa untuk persiapan menikah, tabungan pendidikan anak, dan lain-lain. 3. Persiapkan Dana Pensiun Meski masih awal bekerja, tidak ada salahnya mulai mempersiapkan dana pensiun. Apalagi bagi mereka yang bekerja di sektor swasta. Caranya mudah, berkomitmenlah untuk menyisihkan 1-5 persen dari gaji untuk dana pensiun.

Nominalnya bisa disesuaikan, jika ada kenaikan gaji, maka persentase dana pensiun juga ditambah. Simpanlah dana pensiun tersebut ke rekening khusus investasi, baik rekening saham atau rekening tabungan emas. Bisa juga disimpan di rekening khusus yang nantinya bisa dialihkan ke rekening investasi. 4. Memulai Investasi Reksadana Salah satu investasi yang paling mudah adalah reksadana, yaitu salah satu instrumen investasi yang menggabungkan antara saham dan obligasi.

Tak perlu repot-repot memikirkan keuntungan atau cara kerja karena ada manajer investasi yang akan menjalankan dana yang Anda titipkan. 5. Pilih Investasi yang Aman Apabila ingin menjalankan investasi sendiri, pilihlah investasi yang aman dan terpercaya seperti emas dan saham, serta yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika ingin memulai investasi saham, bisa memilih perusahaan sekuritas yang membuka rekening investasi dari Rp100.000.




#GantiGayaHidup #GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC #AgenPerubahan




tirto.id - Tidak sedikit orang yang mengira berinvestasi membutuhkan dana yang besar. Padahal, bisa juga dimulai dari dana kecil. Anda bisa berinvestasi mulai dari Rp10.000 setiap bulan, misalnya saja tabungan emas di pegadaian. Selain itu, dengan membuka rekening saham hanya dengan nominal awal sebesar Rp100.000 saja, setara dengan uang makan selama tiga sampai empat hari. Salah satu cara agar bisa berinvestasi ada konsisten dan melakukan kebiasaan baik, seperti menyisihkan uang setiap bulan secara teratur. Investasi bisa dimulai kapan saja, bahkan buat para mahasiswa atau karyawan baru yang masih bergaji kecil. Semakin cepat investasi dimulai akan semakin kuat kondisi keuangan. Kunci membangun kekayaan adalah mengembangkan kebiasaan baik, dengan menyisihkan uang secara teratur setiap hari, minggu, dan bulan. Besar atau kecil investasi, tentunya tidak dapat dilihat dalam jangka waktu satu atau dua bulan saja namun jangka panjang. Berikut ini cara sederhana berinvestasi yang bisa dimulai dari sekarang, seperti yang dilansir dari Moneyunder30.com, Senin (4/3/2019). 1.Menabung Uang Receh Jangan sepelekan uang receh. Kebiasaan menabung, bisa dimulai dari uang receh. Sediakan satu toples kosong dan masukan uang receh nominal Rp500 atau Rp1.000 ke dalam toples tersebut. Selain itu metode lain yang bisa dicoba adalah dengan berkomitmen menabung dengan nominal tertentu setiap bulan. Ini bisa dimulai dengan nominal Rp5.000 per hari. Setelah satu bulan, bisa disetorkan ke tabungan emas pegadaian atau tabungan khusus investasi di bank. Setelah konsisten dalam beberapa bulan, cobalah menambah nominal menjadi Rp7.000, Rp10.000, dan selanjutnya. 2. Buka Tabungan Rencana atau Berjangka Ini adalah salah satu trik jitu, untuk mereka yang sulit menabung. Tabungan rencana atau tabungan berjangka adalah salah satu program yang ada hampir di setiap bank. Saldo rekening akan dipotong otomatis setiap bulan, sesuai nominal yang disepakati dan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saldo tabungan akan dipotong otomatis atau auto debit Rp100.000 per bulan selama satu tahun. Setelah satu tahun tabungan tersebut bisa dialihkan menjadi investasi lainnya seperti emas atau saham. Tujuan investasi bisa untuk persiapan menikah, tabungan pendidikan anak, dan lain-lain. 3. Persiapkan Dana Pensiun Meski masih awal bekerja, tidak ada salahnya mulai mempersiapkan dana pensiun. Apalagi bagi mereka yang bekerja di sektor swasta. Caranya mudah, berkomitmenlah untuk menyisihkan 1-5 persen dari gaji untuk dana pensiun. Nominalnya bisa disesuaikan, jika ada kenaikan gaji, maka persentase dana pensiun juga ditambah. Simpanlah dana pensiun tersebut ke rekening khusus investasi, baik rekening saham atau rekening tabungan emas. Bisa juga disimpan di rekening khusus yang nantinya bisa dialihkan ke rekening investasi. 4. Memulai Investasi Reksadana Salah satu investasi yang paling mudah adalah reksadana, yaitu salah satu instrumen investasi yang menggabungkan antara saham dan obligasi. Tak perlu repot-repot memikirkan keuntungan atau cara kerja karena ada manajer investasi yang akan menjalankan dana yang Anda titipkan. 5. Pilih Investasi yang Aman Apabila ingin menjalankan investasi sendiri, pilihlah investasi yang aman dan terpercaya seperti emas dan saham, serta yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika ingin memulai investasi saham, bisa memilih perusahaan sekuritas yang membuka rekening investasi dari Rp100.000.

Baca selengkapnya di artikel "Tips Berinvestasi Dana Kecil, dari Tabungan Receh hingga Reksadana", https://tirto.id/dikQ
Oleh: Fadila Armadita - 4 Maret 2019 Dibaca Normal 1 menit Berinvestasi tidak harus dimulai dengan dana yang besar, namun dengan menyisihkan uang receh atau reksadana. tirto.id - Tidak sedikit orang yang mengira berinvestasi membutuhkan dana yang besar. Padahal, bisa juga dimulai dari dana kecil. Anda bisa berinvestasi mulai dari Rp10.000 setiap bulan, misalnya saja tabungan emas di pegadaian. Selain itu, dengan membuka rekening saham hanya dengan nominal awal sebesar Rp100.000 saja, setara dengan uang makan selama tiga sampai empat hari. Salah satu cara agar bisa berinvestasi ada konsisten dan melakukan kebiasaan baik, seperti menyisihkan uang setiap bulan secara teratur. Investasi bisa dimulai kapan saja, bahkan buat para mahasiswa atau karyawan baru yang masih bergaji kecil. Semakin cepat investasi dimulai akan semakin kuat kondisi keuangan. Kunci membangun kekayaan adalah mengembangkan kebiasaan baik, dengan menyisihkan uang secara teratur setiap hari, minggu, dan bulan. Besar atau kecil investasi, tentunya tidak dapat dilihat dalam jangka waktu satu atau dua bulan saja namun jangka panjang. Berikut ini cara sederhana berinvestasi yang bisa dimulai dari sekarang, seperti yang dilansir dari Moneyunder30.com, Senin (4/3/2019). 1.Menabung Uang Receh Jangan sepelekan uang receh. Kebiasaan menabung, bisa dimulai dari uang receh. Sediakan satu toples kosong dan masukan uang receh nominal Rp500 atau Rp1.000 ke dalam toples tersebut. Selain itu metode lain yang bisa dicoba adalah dengan berkomitmen menabung dengan nominal tertentu setiap bulan. Ini bisa dimulai dengan nominal Rp5.000 per hari. Setelah satu bulan, bisa disetorkan ke tabungan emas pegadaian atau tabungan khusus investasi di bank. Setelah konsisten dalam beberapa bulan, cobalah menambah nominal menjadi Rp7.000, Rp10.000, dan selanjutnya. 2. Buka Tabungan Rencana atau Berjangka Ini adalah salah satu trik jitu, untuk mereka yang sulit menabung. Tabungan rencana atau tabungan berjangka adalah salah satu program yang ada hampir di setiap bank. Saldo rekening akan dipotong otomatis setiap bulan, sesuai nominal yang disepakati dan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saldo tabungan akan dipotong otomatis atau auto debit Rp100.000 per bulan selama satu tahun. Setelah satu tahun tabungan tersebut bisa dialihkan menjadi investasi lainnya seperti emas atau saham. Tujuan investasi bisa untuk persiapan menikah, tabungan pendidikan anak, dan lain-lain. 3. Persiapkan Dana Pensiun Meski masih awal bekerja, tidak ada salahnya mulai mempersiapkan dana pensiun. Apalagi bagi mereka yang bekerja di sektor swasta. Caranya mudah, berkomitmenlah untuk menyisihkan 1-5 persen dari gaji untuk dana pensiun. Nominalnya bisa disesuaikan, jika ada kenaikan gaji, maka persentase dana pensiun juga ditambah. Simpanlah dana pensiun tersebut ke rekening khusus investasi, baik rekening saham atau rekening tabungan emas. Bisa juga disimpan di rekening khusus yang nantinya bisa dialihkan ke rekening investasi. 4. Memulai Investasi Reksadana Salah satu investasi yang paling mudah adalah reksadana, yaitu salah satu instrumen investasi yang menggabungkan antara saham dan obligasi. Tak perlu repot-repot memikirkan keuntungan atau cara kerja karena ada manajer investasi yang akan menjalankan dana yang Anda titipkan. 5. Pilih Investasi yang Aman Apabila ingin menjalankan investasi sendiri, pilihlah investasi yang aman dan terpercaya seperti emas dan saham, serta yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika ingin memulai investasi saham, bisa memilih perusahaan sekuritas yang membuka rekening investasi dari Rp100.000.

Baca selengkapnya di artikel "Tips Berinvestasi Dana Kecil, dari Tabungan Receh hingga Reksadana", https://tirto.id/dikQ

Investasi Jangka Panjang

Menanamkan dana untuk investasi merupakan pilihan yang tepat untuk masa depan. Pilihan investasi jangka panjang bisa menjadi pilihan...