REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain meningkatkan kecerdasan keuangan
(financial intelligent) kita tiap waktu, salah satu masalah yang kerap
kali menghampiri dalam pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga adalah
latah keuangan. Jika ingin mengubah nasib keuangan, maka perlunya
mengubah cara berpikir-tindakan-kebiasaan-karakter, sehingga nantinya
nasib keuangan kita insya Allah juga ikut berubah.
Dalam tangga motivasi keuangan pribadi dan keluarga, pada tangga
terdalam ada yang dinamakan financial emulation (latah keuangan), suatu
kondisi yang menggambarkan tingkat motivasi terendah. Yaitu dorongan
untuk berbuat sesuatu karena ikut-ikutan, karena sebuah tren yang tengah
berkembang secara meluas.
Misalnya, ketika lagi berkembang investasi tanaman gelombang cinta, Si Latah Keuangan ikut-ikutan berinvestasi.
Begitu
ada yang menawarkan 'bagi hasil' 10 persen per bulan atawa 120 persen
per tahun dalam Program MMM, berbondong-bondong Si Latah Keuangan
sebagai orang terdepan menjadi juru bicaranya.
Motivasi semacam ini mudah sekali tergoyahkan. Apalagi jika antara harapan dan kenyataan jauh panggang dari api.
Hal
ini secara mendasar terjadi lebih banyak disebabkan karena adanya
inferior kompleks yang tinggi. Atau ketidaktahuannya terhadap identitas
diri (krisis jati diri).
Intinya Si Latah Keuangan selalu
minder, rendah diri dan malu dengan dirinya sendiri dalam hal
pengelolaan keuangan. Bagi yang sudah akut mengalami sindrom inferior
kompleks ini, selalu merasa kalau dirinya itu kurang pintar, kurang
berharga, kurang penting dibandingkan orang lain.
Pun dalam
hal pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga. Alih-alih ingin agar
dilihat lebih hebat dari orang lain dan menutupi kelemahan dirinya, yang
terjadi malah berbalik semakin mengkerdilkan dirinya di hadapan orang
lain secara keuangan.
Untuk itu agar tidak latah keuangan, berikut tipsnya:
1. Hargai berapapun uang yang kita miliki saat ini
Pada dasarnya uang itu tidak bisa ditahan-tahan keberadaannya di kantong. Semakin ditahan, maka semakin cepat pula keluarnya.
Yang
bisa dilakukan adalah mengatur keuangan kita. Ketika dapat
penghasilan/pendapatan, langsung bagi untuk kebutuhan masa paling depan,
misalnya zakat/sedekah/perpuluhan/derma. Lalu kebutuhan masa lalu
seperti utang, lalu kebutuhan masa depan seperti menabung dan investasi,
baru akhirnya dihabiskan untuk kebutuhan masa sekarang. Dengan
menghargai uang kita, sebenarnya kita sudah menghargai diri kita
terlebih dahulu.
2. Hindari bersifat boros
Boros
adalah berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang, harta dan
sebagainya. Boros itu juga sifat setan yang perlu kita hindari.
Kenapa
kita jadi boros? Karena sisi emosional mengalahkan sisi rasional.
Akibatnya otak dipenuhi oleh keinginan sesaat, yang pada ujungnya nanti
muncul penyesalan.
Bagaimana agar kita tidak boros? Mencatat secara detail, apa saja yang menjadi kebutuhan kita.
Pisahkan,
mana yang keinginan apalagi keinginan sesaat. Dengan itu, prioritas
keuangan pribadi dan keluarga akan lebih terjaga dari sifat boros.
Intinya adalah selalu melihat dari perspektif kebutuhan, bukan sekedar
keinginan.
3. Rencanakan belanja kita, jangan belanja dadakan
Apa
yang membedakan belanja di awal dan di akhir ketika orang menerima
gaji?Selisihnya bisa hingga dua kali lipat, jika tidak terencana. Jika
belanja bulanan terencana, maka selain efisien juga belanja benar-benar
sesuai kebutuhan.
Kebutuhan belanja dalam keluarga terbagi
dalam tiga jenis, pertama, family and personal care, meliputi berbagai
barang untuk keperluan mandi dan lain-lain. Kedua, fresh care, meliputi
aneka sayuran, daging, susu dan lainnya. Ketiga, frozen care, meliputi
beras, minyak, aneka jenis bumbu masak dan lainnya.
Jadi, selalu rencanakan apa yang akan kita kerjakan terkait kebutuhan pribadi dan keluarga kita.
Rencana
itu sebaiknya tertulis, dan begitu akan ke super market atau mini
market atau grosir tempat kita biasa belanja, bawa catatan kebutuhannya.
4. Hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt)
Orang yang tidak memahami cara uang bekerja, bisa dipastikan akan terjebak utang.
Karena konsumtivisme itu adalah keinginan yang melenakan, hingga akhirnya kita sadar tapi terlambat.
Utang
dari sisi konsumen memang direncanakan untuk memudahkan. Jika hari ini
kita tidak punya kendaraan bermotor, cukup DP Rp 500 ribu plus foto kopi
kartu keluarga, hari ini atau besoknya kendaraan bermotor tersebut
sudah nangkring di depan garasi rumah kita.
Begitu juga
dengan barang-barang konsumtif yang lain. Pihak penyelenggara seperti
leasing, bank, dan lainnya akan sangat senang ketika bisa meminjamkan
uangnya.
Tetapi dari sisi konsumen yang tidak bijak, akan
menambah masalah baru dalam kehidupannya. Apalagi jika total seluruh
pinjaman kita itu melebihi angka 30 persen.
Artinya, kita
sudah tidak sehat secara keuangan. Salah satu cara agar sehat keuangan
adalah hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt).
5. Hiduplah secukupnya
Idealnya
kehidupan keuangan pribadi dan keluarga kita, ketika mendapakan
penghasilan tidak boleh melebihi dari kebutuhan hidup dan gaya hidup
kita. Kalaupun pendapatan aktif, produktif dan masif kita tinggi,
usahakan gaya hidup dan kebutuhan hidup kita tetap. Sehingga ketika
berapapun pendapatan kita, bisa 1, 2, 3 dan seterusnya, maka pengeluaran
kita tetap satu.
Inilah yang disebut hidup secukupnya atau
hidup semurah mungkin yang berarti kita bijak dalam pengelolaan
keuangan pribadi dan keluarga.
#GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #YEP