tirto.id
- Mereka yang lahir antara 1980 hingga 2000 lebih senang menabung untuk
tujuan-tujuan jangka pendek seperti liburan. Mereka enggan berinvestasi
jangka panjang untuk keperluan dana pensiun seperti yang dilakukan
generasi sebelumnya.
Mereka, para milenial, bahkan banyak yang memilih pensiun dari pekerjaan di usia muda. Bekerja secara lepas dan melakukan banyak perjalanan yang juga bisa menghasilkan uang. Jika generasi sebelumnya bekerja untuk menumpuk aset, kebanyakan milenial bekerja untuk bisa berlibur ke tempat jauh.
Tetapi bukan berarti generasi ini sama sekali tak melakukan investasi. Mereka yang memiliki penghasilan dan aset cukup besar di usia yang masih muda tetap melakukan investasi. Hanya saja dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Juli lalu, ORC International menggelar survei dengan 2.250 respinden yang berasal dari dua generasi: generasi X yang lahir antara 1968 dan 1979 dan para milenial yang saat ini berusia 21 tahun atau lebih, yakni mereka yang lahir antara 1980 dan 1995.
Mereka yang mengikuti survei adalah yang memiliki aset minimal $100 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar. Survei itu dilakukan untuk melihat perbedaan pola investasi kedua generasi.
Dalam laporannya berjudul "Beyond Baby Boomers: The Investable Assets of Tomorrow," ORC International membagi tipe investor dari dua generasi itu ke dalam empat kelompok; builders, adrenaline techies, cautious consulters, dan knowledgable Xs.
Builders adalah kelompok investor milenial dengan total aset investasi Rp1,3 miliar. Mereka bisa dibilang baru terjun ke dunia investasi, tetapi biasanya enggan menggunakan jasa penasehat finansial. Dalam hal memilih instrumen investasi, kelompok ini memiliki sensitivitas tinggi terhadap biaya-biaya.
Dalam memilih reksadana misalnya, mereka akan memperhitungkan biaya administrasi, biaya redeem (menarik uang hasil investasi), maupun biaya pergantian jenis reksadana. Besaran biaya-biaya ini akan menjadi bahan pertimbangan mereka memilih reksadana.
Kelompok builders juga sebagian besar tak punya rencana jangka panjang. Bahkan rencana jangka pendek seperti sekolah anak pun tak mereka pikirkan. Hanya 26 persen dari investor di kelompok ini yang memiliki rencana investasi untuk pendidikan anak.
Kelompok yang kedua adalah adrenaline techies. Ia terdiri dari investor milenial yang memiliki aset lebih investasi lebih dari $250 ribu. Mereka yang masuk kelompok ini adalah milenial-milenial yang sudah mapan dan memiliki pemahaman investasi lebih baik dibanding kelompok builders.
Kelompok ini cukup sering melakukan trading saham yang frekuensinya bisa sampai 10 kali dalam sebulan. Mereka tak bergantung pada penasehat keuangan perorangan, tetapi robot. Untuk mendapatkan nasehat-nasehat keuangan, kelompok ini lebih memilih menggunakan aplikasi dibandingkan membayar seorang penasehat keuangan.
Kelompok ketiga adalah cautious consulter, yang berisi para responden dari generasi X. Secara finansial, mereka jauh lebih kaya. Ini dikarenakan mereka memang sudah bekerja lebih lama dibandingkan para milenial.
Mereka yang masuk dalam kelompok ini adalah generasi X dengan aset investasi $100 ribu hingga $500 ribu. Mereka jarang melakukan trading saham. Sebanyak 38 persen investor di kelompok ini berinvestasi untuk dana pensiun.
Karena generasi ini tak tumbuh di era digital seperti para milenial, mereka lebih nyaman menggunakan jasa penasehat keuangan dibandingkan menggunakan aplikasi. Mereka juga lebih suka menggunakan jasa pialang dibandingkan mencari tahu sendiri instrumen investasi apa yang cocok buat mereka.
Kelompok terakhir adalah knowledgable X. Ia terdiri dari generasi X yang memiliki aset investasi lebih dari $500 ribu. Meskipun memiliki pemahaman yang baik terhadap berbagai instrumen investasi, mereka adalah tipe investor yang sangat bergantung pada penasehat keuangan. Apapun kata penasehat mereka, akan diikuti.
Para investor dalam kelompok ini lebih memilik reksadana dibandingkan bermain saham. Mereka cenderung memiliki investasi yang aman dan risikonya tak terlalu besar.
Schroders, perusahaan manajer investasi, juga mengeluarkan riset terkait perilaku investasi. Sebanyak 20 ribu investor di 28 negara menjadi respondennya. Dari riset itu, disimpulkan bahwa milenial menargetkan imbal hasil investasi yang lebih tinggi. Ada 59 persen milenial yang menargetkan imbal hasil di atas 10 persen.
Sementara untuk generasi X yakni mereka yang saat ini berusia lebih dari 36 tahun, hanya 40 persen yang menargetkan imbal hasil di atas 10 persen.
Mereka, para milenial, bahkan banyak yang memilih pensiun dari pekerjaan di usia muda. Bekerja secara lepas dan melakukan banyak perjalanan yang juga bisa menghasilkan uang. Jika generasi sebelumnya bekerja untuk menumpuk aset, kebanyakan milenial bekerja untuk bisa berlibur ke tempat jauh.
Tetapi bukan berarti generasi ini sama sekali tak melakukan investasi. Mereka yang memiliki penghasilan dan aset cukup besar di usia yang masih muda tetap melakukan investasi. Hanya saja dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Juli lalu, ORC International menggelar survei dengan 2.250 respinden yang berasal dari dua generasi: generasi X yang lahir antara 1968 dan 1979 dan para milenial yang saat ini berusia 21 tahun atau lebih, yakni mereka yang lahir antara 1980 dan 1995.
Mereka yang mengikuti survei adalah yang memiliki aset minimal $100 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar. Survei itu dilakukan untuk melihat perbedaan pola investasi kedua generasi.
Dalam laporannya berjudul "Beyond Baby Boomers: The Investable Assets of Tomorrow," ORC International membagi tipe investor dari dua generasi itu ke dalam empat kelompok; builders, adrenaline techies, cautious consulters, dan knowledgable Xs.
Builders adalah kelompok investor milenial dengan total aset investasi Rp1,3 miliar. Mereka bisa dibilang baru terjun ke dunia investasi, tetapi biasanya enggan menggunakan jasa penasehat finansial. Dalam hal memilih instrumen investasi, kelompok ini memiliki sensitivitas tinggi terhadap biaya-biaya.
Dalam memilih reksadana misalnya, mereka akan memperhitungkan biaya administrasi, biaya redeem (menarik uang hasil investasi), maupun biaya pergantian jenis reksadana. Besaran biaya-biaya ini akan menjadi bahan pertimbangan mereka memilih reksadana.
Kelompok builders juga sebagian besar tak punya rencana jangka panjang. Bahkan rencana jangka pendek seperti sekolah anak pun tak mereka pikirkan. Hanya 26 persen dari investor di kelompok ini yang memiliki rencana investasi untuk pendidikan anak.
Kelompok yang kedua adalah adrenaline techies. Ia terdiri dari investor milenial yang memiliki aset lebih investasi lebih dari $250 ribu. Mereka yang masuk kelompok ini adalah milenial-milenial yang sudah mapan dan memiliki pemahaman investasi lebih baik dibanding kelompok builders.
Kelompok ini cukup sering melakukan trading saham yang frekuensinya bisa sampai 10 kali dalam sebulan. Mereka tak bergantung pada penasehat keuangan perorangan, tetapi robot. Untuk mendapatkan nasehat-nasehat keuangan, kelompok ini lebih memilih menggunakan aplikasi dibandingkan membayar seorang penasehat keuangan.
Kelompok ketiga adalah cautious consulter, yang berisi para responden dari generasi X. Secara finansial, mereka jauh lebih kaya. Ini dikarenakan mereka memang sudah bekerja lebih lama dibandingkan para milenial.
Mereka yang masuk dalam kelompok ini adalah generasi X dengan aset investasi $100 ribu hingga $500 ribu. Mereka jarang melakukan trading saham. Sebanyak 38 persen investor di kelompok ini berinvestasi untuk dana pensiun.
Karena generasi ini tak tumbuh di era digital seperti para milenial, mereka lebih nyaman menggunakan jasa penasehat keuangan dibandingkan menggunakan aplikasi. Mereka juga lebih suka menggunakan jasa pialang dibandingkan mencari tahu sendiri instrumen investasi apa yang cocok buat mereka.
Kelompok terakhir adalah knowledgable X. Ia terdiri dari generasi X yang memiliki aset investasi lebih dari $500 ribu. Meskipun memiliki pemahaman yang baik terhadap berbagai instrumen investasi, mereka adalah tipe investor yang sangat bergantung pada penasehat keuangan. Apapun kata penasehat mereka, akan diikuti.
Para investor dalam kelompok ini lebih memilik reksadana dibandingkan bermain saham. Mereka cenderung memiliki investasi yang aman dan risikonya tak terlalu besar.
Schroders, perusahaan manajer investasi, juga mengeluarkan riset terkait perilaku investasi. Sebanyak 20 ribu investor di 28 negara menjadi respondennya. Dari riset itu, disimpulkan bahwa milenial menargetkan imbal hasil investasi yang lebih tinggi. Ada 59 persen milenial yang menargetkan imbal hasil di atas 10 persen.
Sementara untuk generasi X yakni mereka yang saat ini berusia lebih dari 36 tahun, hanya 40 persen yang menargetkan imbal hasil di atas 10 persen.
Baca juga
artikel terkait
INVESTASI
atau
tulisan menarik lainnya
Wan Ulfa Nur Zuhra
(tirto.id - Bisnis)
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Maulida Sri Handayani
#2019GantiGayaHidup #ubahcarapandang #gayahidupproduktif, Milenial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar