Milenial terkenal
dengan gaya hidup yang boros dan nggak suka menabung. Bagaimana caranya
mereka bisa survive dengan gaya hidup seperti itu? Kiai mungkin akan
bilang jangan khawatir karena rezeki sudah ada yang ngatur. Tapi,
perencana keuangan bilang lakukan 3 hal ini:
Sahabat Celenger yang sudah mendeklarasikan gemar menabung tetapi rekening kerap bocor,
Hal tersulit yang harus dijawab selain pertanyaan kapan kamu menikah dan sama siapa menikahnya, “bisakah kita hidup boros dengan gaji tidak begitu besar, punya banyak waktu luang, tidak perlu menabung, dan tetap survive?”
Kalau
kalian bertanyanya ke agamawan, maka jawabannya pasti bisa. Mereka akan
membabarkan dalil bahwa segala hal di dunia ini milik Tuhan dan hanya
atas perkenan-Nya semua hal yang bagi pikiran manusia merupakan hal
mustahil dapat terwujud. Tuhan sudah menjamin rejeki manusia mengalir
sepanjang hayat, sementara perusahaan bisa jadi hanya menjamin kehidupan
kalian selama setengah bulan saja. Hahaha.
Itu cuma geli saja,
tidak bermaksud menertawakan kesulitan orang bergaji sedang atau
cukupan. Karena kalau kalian menanyakan itu ke konsultan atau perencana
keuangan. Maka yang terjadi kemudian adalah mendapatkan pertanyaan balik
yang semuanya bisa jadi dimulai dengan kata apakah.
“Apakah saudara tidak menginginkan ganti gadget, sementara peralatan elektronik semakin modern justru didesain secara planned obsolescence, atau mudah usang secara model dan bahkan fungsi?”
Satu contoh kemampuan lensa menangkap citra kita saat selfie
sambil bibir monyong-bikin mangkel. Kita sering merasa canggih dan
sibuk membahas kelebihan kamera beresolusi tinggi tetapi lupa bahwa
produsennya sebenarnya telah merancang kualitas kameranya bisa turun,
mlotrok, aus dengan frekuensi penggunaan tertentu. Manusia seperti
dipaksa untuk memasukkan gadget atau perangkat elektronik lain sebagai
setidaknya kebutuhan terencana dalam jangka waktu tidak lebih dari 2
tahun.
Itu diluar ambyar karena jatuh atau dibanting pacar tanpa
menunggu konfirmasi karena ada seseorang memanggil “sayang…” di layanan
pesan instan.
“Apakah saudari tidak ingin berlibur
ke Korea melihat Nami Island, lokasi shooting Winter Sonata, sebuah
melodrama yang menjadi tonggak awal terjajahnya Indonesia oleh budaya Saranghaeyo?”
Tidak
harus ke Korea. Kemana pun tujuan kita liburan baik lokal maupun luar
negeri, hal yang harus dipersiapkan tidak akan meleset dari biaya
transportasi, akomodasi, biaya pengeluaran selama di lokasi, dan belanja
oleh-oleh. Bisa saja tanpa perencanaan finansial berupa menabung.
Dibiayai atau ada foreign trip incentive (insentif jalan-jalan ke luar negeri) dari kantor misalnya. Tapi itu kan tidak berlaku umum.
Untuk
yang berlaku umum, seorang perencana keuangan pasti akan menyarankan
menabung. Setelahnya menyarankan beli tiket murah di acara semacam garuda travel fair yang biasanya akan banyak berserak tiket murah di saat tidak musim liburan (low season).
Tidak ada istilah di kamus mereka menyarankan, “dah saudara yang
penting banyak doa. Sholat wajib jangan lupa ditambah sholat dhuha.
Untuk yang lain, rajin ke gereja, pura, wihara, dan banyak-banyaklah
menebar darma.”
Itu sudah pasti saran yang bagus, tidak baik mengabaikannya. Tapi kan tidak profesional! Borobudur, Prambanan dan keajaiban dunia lainnya itu tidak dibangun hanya satu malam. Tidak cukup berbekal doa atau mantera pengerahan makhluk-makhluk gaib yang mampu menepis segala kemustahilan yang mungkin dilakukan oleh manusia. Semuanya terencana, dijalankan manusia dan perlu waktu! Tetap ada orang-orang profesional yang mengelolanya.
“Apakah saudara tidak menginginkan ganti kendaraan?
Model motor atau mobil sekarang tuh bagus-bagus. Selain lebih modern,
gaya, dan sporty, safetynya pun lebih dapat lho.”
Banyak orang
pasti memilih jawaban, ya menginginkan. Sekarang tinggal diperiksa
tujuan finansial kita. Kalau memilih cash, berarti harus ada uang
sejumlah yang dapat kita pergunakan untuk menebusnya. Tetapi kalau
menginginkan cara pembayaran secara cicilan, berarti ada uang yang harus
disisihkan sejumlah tertentu begitu kita terima gaji. Bagaimana
perawatan kendaraannya? Berarti ada pos yang harus dipersiapkan juga.
Pertanyaan
pentingnya, seberapa boros kita. Apakah kalau 3 pertanyaan tersebut di
atas dijawab
“YA”, terlihat kalau kita memang payah dalam mengelola
keuangan dan tidak mungkin mewujudkannya tanpa menabung?
Selama
berabad-abad, menabung sebenarnya tidak pernah mengalami pergeseran
makna. Penjelasannya tidak akan meleset jauh dari menyisihkan sebagian
uang yang berfungsi untuk berjaga-jaga terhadap munculnya kebutuhan di
masa depan. Selama berabad-abad pula menabung jadi kunci sukses banyak
orang mewujudkan tujuan finansialnya.
Itu sebelum kemunculan
teknologi internet yang membuat rekening kita serasa langsung diintip,
dilucuti, dan diintimidasi oleh teknologi. Saat internet hanya berupa
kemudahan bagi kita untuk mendulang informasi, rekening kita masih aman,
jaya, dan sentosa. Ya setidaknya selama sebulan lah. Tapi begitu sistem
pembayaran mulai terintegrasi, kita seperti berteman dengan bajingan
tengik. Mau menghindar tapi lebih perlu kita dibandingkan dia.
Sahabat celenger yang boros tapi tetap optimis walau rekening setipis irisan jeruk nipis,
Tidak
menabung sebenarnya tidak masalah. Karena masalah sebenarnya terjadi
saat kita membutuhkan uang, ada atau tidak. Boros hanya soal persepsi,
sepanjang tidak perlu menguras isi rekening kita, apa lagi hingga
berakibat utang konsumtif. Jadi memang harap bedakan antara boros dan
pandir, karena memang perbedaanya sangat tipis.
Tinggal sekarang
implikasinya bagaimana setelah mengetahui dirinya boros. Berikut
kebijakan yang harus dilakukan oleh sahabat boros agar tujuan
finansialnya tidak meleset:
Jangan boros gadget
Terkait gadget, setelah mengetahui bahwa perusahaan teknologi menerapkan planned obsolescence.
Gunakan dengan bijaksana agar lebih awet. Selain materialnya cenderung
ringkih dan mudah rusak, jangan panggil sayang-sayangan di gadget yang
tidak berpasword. Hahaha. Bukan, itu bukan ajaran sesat. Tetapi banyak
ide dan informasi penting yang mendukung pekerjaan kita. Teknologi
pintar memungkinkan itu semua aman.
Untuk
yang hobi selfie pun demikian. Buatlah awet performa kamera depannya
dengan hanya berswafoto sehari maksimal 3 jepretan saja. Hahaha. Ini
serius, karena banyak foto kamera yang melorot fungsinya setelah 1.000
jepretan. Jangan kemudian nanti terlalu sering ganti gadget hanya
sekadar untuk menuntaskan dahaga selfie 50 frame sehari.
Piknik
Selagi
muda boroslah untuk keperluan jalan-jalan. Bepergian jauh lebih
membutuhkan kesiapan fisik daripada materi. Jangan sampe ketagihan
menabung sampe lupa jalan-jalan. Begitu ingat, usia sudah 60 tahun dan
mudah masuk angin. Mau pose ala Winter Sonata di Nami Island pas hawanya
dingin semribit. Repot, harus diblonyo minyak kayu putih dan pasang koyo sana sini dulu.
Mengorbankan kenyamanan yang menipu
Di dunia perborosan yang aman, berlaku hukum brandless, no car, no expensive restaurant. Selama itu dipatuhi kemungkinan kita akan aman. Tentu saja tidak ada jaminan. Intinya boros tapi bisa ngampet.
Kalau
penghasilan belum di atas 20 juta, sebaiknya gunakan motor atau
transportasi publik karena konsekuensinya banyak sejak beli hingga
perawatannya. Tidak jarang kebahagiaan orang terampas oleh kendaraan
dari mulai mogok hingga rajin opname di bengkel. Demikian juga
barang branded kenikmatannya hanya sementara waktu saja. Punya barang
branded kalau cuma satu, kemungkinannya hanya dua: nular beli lagi atau
malu mengunakan karena hanya itu-itu saja.
Sebenarnya tiap orang
mempunyai sisi unik dalam hidup. Itu yang tidak mampu dijelaskan oleh
para perencana atau konsultan keuangan. Maka jangan buru-buru
ditertawakan kalau para penganut spiritualisme memberikan nasehat untuk
berdoa dan berderma, yang secara teknis kurang bisa diterima dengan akal
standar.
Ada yang boros tapi selamat tanpa utang, ada yang rajin
keluyuran anaknya banyak mendapat beasiswa pendidikan hingga derajat
tertinggi. Eh, ada yang rajin menabung begitu terkumpul banyak,
boro-boro untuk ke Korea. Uangnya malah dipinjam temannya, “Bulan depan
aku balikin deh, untuk bayar anak sekolah… ”. Trenyuh kita, tapi begitu
ditagih “bulan depan” selalu dijadikan jawaban. Itu ya, yang ngutangin
malah jadi kaya yang salah.
Jaman semakin maju, kalau memang
merasa menabung itu tidak perlu, ya tidak masalah. Jangan kemudian
merasa terbebani dan kehilangan motivasi. Tabungan tidak harus berwujud
harta benda saja. Waktu luang juga merupakan tabungan untuk melakukan
hal bermanfaat. Skill atau keahlian juga merupakan tabungan yang dapat
mendatangkan uang. Tinggal menunggu berjodoh dengan momentum.
Tapi
jangan skill ngutang. Itu memang mendatangkan uang, tapi nyusahin
teman. Apa lagi kalau sudah memberikan jawaban klasik, “bulan depan ya…”
#GayaHidupProduktif #ayoinvestasi #AgentOfChange #ubahcarapandang #sccaparkost #scc #aparkost #YEP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar