Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu, Tim Media Sosial CNBC Indonesia mendapat banyak pertanyaan dari warganet melalui akun instragram @cnbcindonesia
terkait cara memilih produk investasi dan mengenal risikonya. Melalui
artikel ini, Tim Riset CNBC Indonesia coba menjawab
pertanyaan-pertanyaan warganet tersebut.
Pertanyaan interaktif ini diharapkan bisa memberikan dasar-dasar pemahaman bagi investor pemula untuk mulai berinvestasi. Selain itu, CNBC Indonesia akan membuat diskusi interaktif melalui akun instragram untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari warganet.
Pada dasarnya, ada dua jenis utama produk investasi. Pertama adalah di sektor riil, dan yang kedua adalah sektor keuangan.
Pertanyaan interaktif ini diharapkan bisa memberikan dasar-dasar pemahaman bagi investor pemula untuk mulai berinvestasi. Selain itu, CNBC Indonesia akan membuat diskusi interaktif melalui akun instragram untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari warganet.
Pada dasarnya, ada dua jenis utama produk investasi. Pertama adalah di sektor riil, dan yang kedua adalah sektor keuangan.
Di sektor riil, investasi dapat berupa properti, emas, barang seni dan antik, serta penyertaan modal langsung di perusahaan atau usaha tertentu.
Di sektor keuangan, produk investasinya biasa dinamakan surat berharga pasar modal (efek, yang berupa reksa dana, saham, dan obligasi), deposito, dan kontrak berjangka (futures).
Apa saja perbedaan kedua kelompok investasi tersebut? Untuk mengenal lebih jauh perbedaan tipe-tipenya, berikut risiko dan keuntungan dari masing-masing jenis investasi tersebut.
Investasi di Sektor Riil
1. Untuk berinvestasi biasanya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Emas misalnya, Anda dapat membeli emas Logam Mulia (LM) koinan ukuran gram yang saat ini satu gramnya berada di kisaran harga Rp 650.000. Saat ini tersedia bentuk emas sederhana ukuran 1 gram-500 gram, emas batik, dan emas tematik lain. Mereka juga menyediakan perak.
Emas dan perak LM tersebut dapat dibeli di gerai-gerai milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang dapat Anda lihat di situs perusahaan. Untuk properti, setidaknya Anda butuh Rp 100 juta jika ingin memiliki lahan kosong yang ukurannya cukup ekonomis untuk dijual kembali, atau Rp 250 juta jika ingin membeli rumah atau ruko atau apartemen kecil yang dapat disewakan atau dijual kembali guna meraih cuan atau jika ada kebutuhan. Belum lagi harga benda-benda antik atau koleksi yang biasanya ratusan juta bahkan miliaran.
2.
Untuk menjual kembali investasi Anda maka ada usaha yang harus
dilakukan dan prosesnya tidak bisa cepat untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Contoh sederhana adalah untuk menjual emas koinan atau
batangan LM, tentu kita harus melewati proses menuju ke toko emas atau
ke gerai Antam untuk menjual emas tersebut.
Misalnya, untuk menjual rumah, prosesnya biasanya memakan waktu bulanan atau bahkan tahunan untuk mendapatkan harga yang cukup tinggi sesuai harga pasar saat itu.
Jika kita terburu-buru karena sedang butuh, maka harganya dapat ditekan oleh calon pembeli yang saat itu daya tawarnya lebih besar. Namun, proses memiliki barang secara riil untuk berinvestasi merupakan sebuah keunggulan utama dibandingkan dengan produk investasi keuangan.
3. Penjualan kembali produk investasi sektor riil biasanya juga tidak bisa dipecah. Misalnya emas, tentu nilainya harus sesuai dengan seonggok aset yang kita punya, tidak bisa dibelah jika kita hanya butuh separuh nilainya.
Sama juga dengan properti. Untuk rumah yang kisaran harga pasarnya Rp 500 juta, tidak mungkin Anda menjual satu kamar saja karena kebutuhan uang saat itu hanya Rp 100 juta.
4. Jika kita membeli barang nyata untuk nantinya dijual kembali, tentu ada risiko hilang akibat berbagai hal, baik yang bisa diminimalisir atau yang di luar kendali kita sebagai investor.
5. Untuk investasi di sebuah bisnis, risiko dasar berinvestasinya adalah risiko bangkrut. Risiko tersebut bisa muncul dari oknum, sistem kerja, kelalaian, dan kondisi pasar/lingkungan yang tidak mendukung. Namun, jika risiko bangkrut tersebut dapat dibalikkan, tentu hasil bisnis tersebut akan menjadi yang paling besar dibanding investasi jenis lainnya.
Investasi di Sektor Keuangan
1. Risiko dari unsur penggelapannya lebih besar dibandingkan dengan investasi di sektor riil karena aset yang kita beli biasanya sudah tidak berbentuk surat (scripless). Tanpa mengetahui detail tentang bentuk dan skema investasinya, maka tidak sedikit masyarakat yang terjebak iming-iming keuntungan besar dari skema investasi yang kurang jeli dimaknai.
Perlu pemahaman mendalam atau dicontohkan oleh orang dekat untuk mengenali skemanya agar menambah keyakinan dalam berinvestasi. Cek kembali identitas dan izin yang dimiliki perusahaan atau lembaga pengawasnya.
2. Fluktuasi dari pasar keuangan relatif tinggi, terutama untuk investasi di pasar saham dan futures/forex. Keuntungan bisa berlipat-lipat, tetapi jangan lupakan risiko juga bisa lebih berlipat lagi.
Perhatikan fasilitas-fasilitas pinjaman yang langsung diberikan tanpa pemberitahuan detail. Jangan manfaatkan dulu fasilitas pinjaman transaksi, dan gunakan dana kas dulu untuk memulai berinvestasi. Pahami dulu cara main-nya, baru tancap gas seiring dengan bertambahnya pemahaman.
3. Minimal investasi yang relatif kecil, bisa dimulai dari Rp 5.000 untuk saham, Rp 10.000 untuk investasi reksa dana, Rp 40.000 untuk reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund/ETF), Rp 1 juta untuk obligasi negara ritel (ORI), sukuk ritel (sukri), obligasi tabungan ritel (saving bond retail/SBR).
Misalnya, untuk menjual rumah, prosesnya biasanya memakan waktu bulanan atau bahkan tahunan untuk mendapatkan harga yang cukup tinggi sesuai harga pasar saat itu.
Jika kita terburu-buru karena sedang butuh, maka harganya dapat ditekan oleh calon pembeli yang saat itu daya tawarnya lebih besar. Namun, proses memiliki barang secara riil untuk berinvestasi merupakan sebuah keunggulan utama dibandingkan dengan produk investasi keuangan.
3. Penjualan kembali produk investasi sektor riil biasanya juga tidak bisa dipecah. Misalnya emas, tentu nilainya harus sesuai dengan seonggok aset yang kita punya, tidak bisa dibelah jika kita hanya butuh separuh nilainya.
Sama juga dengan properti. Untuk rumah yang kisaran harga pasarnya Rp 500 juta, tidak mungkin Anda menjual satu kamar saja karena kebutuhan uang saat itu hanya Rp 100 juta.
4. Jika kita membeli barang nyata untuk nantinya dijual kembali, tentu ada risiko hilang akibat berbagai hal, baik yang bisa diminimalisir atau yang di luar kendali kita sebagai investor.
5. Untuk investasi di sebuah bisnis, risiko dasar berinvestasinya adalah risiko bangkrut. Risiko tersebut bisa muncul dari oknum, sistem kerja, kelalaian, dan kondisi pasar/lingkungan yang tidak mendukung. Namun, jika risiko bangkrut tersebut dapat dibalikkan, tentu hasil bisnis tersebut akan menjadi yang paling besar dibanding investasi jenis lainnya.
Investasi di Sektor Keuangan
1. Risiko dari unsur penggelapannya lebih besar dibandingkan dengan investasi di sektor riil karena aset yang kita beli biasanya sudah tidak berbentuk surat (scripless). Tanpa mengetahui detail tentang bentuk dan skema investasinya, maka tidak sedikit masyarakat yang terjebak iming-iming keuntungan besar dari skema investasi yang kurang jeli dimaknai.
Perlu pemahaman mendalam atau dicontohkan oleh orang dekat untuk mengenali skemanya agar menambah keyakinan dalam berinvestasi. Cek kembali identitas dan izin yang dimiliki perusahaan atau lembaga pengawasnya.
2. Fluktuasi dari pasar keuangan relatif tinggi, terutama untuk investasi di pasar saham dan futures/forex. Keuntungan bisa berlipat-lipat, tetapi jangan lupakan risiko juga bisa lebih berlipat lagi.
Perhatikan fasilitas-fasilitas pinjaman yang langsung diberikan tanpa pemberitahuan detail. Jangan manfaatkan dulu fasilitas pinjaman transaksi, dan gunakan dana kas dulu untuk memulai berinvestasi. Pahami dulu cara main-nya, baru tancap gas seiring dengan bertambahnya pemahaman.
3. Minimal investasi yang relatif kecil, bisa dimulai dari Rp 5.000 untuk saham, Rp 10.000 untuk investasi reksa dana, Rp 40.000 untuk reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund/ETF), Rp 1 juta untuk obligasi negara ritel (ORI), sukuk ritel (sukri), obligasi tabungan ritel (saving bond retail/SBR).
Foto: Infografis/Instrumen Investasi/Edward Ricardo
|
Kesimpulan:
1. Minimal pembelian yang kecil (mulai dari Rp 10.000) dan kemudahan bertransaksi melalui fasilitas online sektor keuangan dapat menjadi pintu awal untuk berinvestasi.
2. Hasil investasi di sektor riil, sebanding dengan potensi dan risikonya, tentu lebih besar dibandingkan dengan investasi di sektor keuangan. Ingat prinsip awal berinvestasi, High Risk = High Return.
3. Jangan percaya iming-iming keuntungan yang berlipat. Semakin menggiurkan biasanya akan semakin tidak masuk akal.
4. Diversifikasikan produk investasi Anda sesuai dengan horizon dan tujuan investasi Anda masing-masing.
Jadi, apa Anda masih menunggu lagi untuk berinvestasi?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps)
#2019GantiGayaHidup #ubahcarapandang #gayahidupproduktif, #produkinvestasi #stopkonsumerisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar