Harianjogja.com, JAKARTA--Gaya hidup digital atau
digital lifestyle bisa diartikan sebagai kehidupan yang semakin
sederhana dan mudah karena adanya penggunaan teknologi. Gaya hidup
digital sebelumnya telah dipopulerkan oleh pendiri Microsoft Bill Gates.
Tren
gaya hidup digital di era saat ini sulit ditinggalkan. Pasalnya
penggunaan teknologi sudah sangat erat di kehidupan sehari-hari.
Misalnya mulai dari smartphone, kamera yang dapat digunakan untuk
membuat vlog liburan, smartwatch tahan air yang digunakan untuk
mengontrol kesehatan, hingga produk keuangan yang serba digital.
Bill
Gates juga mengungkapkan produktivitas seseorang akan maksimal apabila
beradaptasi dengan gaya hidup digital. Lantas apakah masyarakat kini
dapat beradaptasi atau memanfaatkan dengan benar atau malah
dimanfaatkan?.
Misalnya saja, berdasarkan hasil survei tahunannya
Indonesian Digital Mums (IDM) 2018, The Asian Parent menggambarkan tren
perilaku online lebih dari 1.000 ibu-ibu digital masa kini. Laporan
tersebut menyebutkan bahwa sebanyak 99% ibu di Indonesia menjadi penentu
belanja rumah tangga. Data tersebut juga didukung dengan peningkatan
penggunaan internet sebanyak 48,7%.
Seperti
ibu-ibu di negara-negara Asia Tenggara lainnya, ibu di Indonesia
semakin aktif mengonsumsi internet dan semakin cerdas secara digital.
Kondisi tersebut dapat menjadi peluang untuk mendongkrak angka konsumsi
di Indonesia.
Berdasarkan survei, temuan kunci yang diperoleh
misalnya para ibu mengaku mereka sering mengunjungi situs parenting
sebanyak 24%, bermain media sosial sebesar 20% dan berbelanja secara
online mencapai 19%.
Selain itu, bedasarkan hasil Survei MarkPlus
menyebutkan 46% milenial mengakses e-commerce sebanyak empat kali dalam
tiga bulan terakhir, dan sebanyak 91% mengakses melalui HP mereka. Hal
tersebut menunjukan gaya hidup digital mulai meningkat adopsinya di
masyarakat Indonesia.
EVP, Head of Wealth Management & Retail
Digital Business Commonwealth Bank mengatakan memang belum terdapat
studi khusus untuk mempelajari perilaku pengendalian gaya hidup digital.
Namun, dia menyarankan untuk melakukan pembatasan jumlah uang yang
ditransfer dalam e-wallet dari aplikasi-aplikasi belanja. “Secara tidak
langsung ini juga mengendalikan gaya hidup digital,” kata Ivan kepada
Bisnis, dikutip Kamis (20/12/2018)
Terdapat dua hal yang dapat
dilakukan, lanjutnya, pertama adalah memprioritaskan menabung atau
berinvestasi terlebih dahulu sebesar 20%-30% dari pendapatan bulanan,
setelah itu baru berbelanja.
Kedua, rajin mencatat pengeluaran
setiap bulan, hal tersebut akan memudahkan kita untuk meninjau ulang
pengeluaran. Sehingga mengetahui barang apa yang bisa hemat di belanja
bulanan berikutnya. Menggunakan aplikasi finansial yang mempunyai fitur
budgeting untuk membantu mencatat ataupun mengontrol pengeluaran,
sehingga tidak terjebak dalam hidup boros.
Dia mengataka apabila
pengeluaran untuk aktivitas daring itu adalah untuk memudahkan dalam
belanja kebutuhan bulanan, maka belanja online disesuaikan dengan
catatan kebutuhan rutin bulanan, sehingga tidak overspend.
“Apabila
aktivitas online dilakukan bukan untuk kebutuhan rutin bulanan,
targetkanlah maksimal pembelian setengah dari kebutuhan rutin bulanan,
sekitar 25% dari pendapatan bulanan,” katanya.
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
#sccaparkost #AgenPerubahan #GayaHidupProduktif #AgentOfChange #aparkost #infomakassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar