Minggu, 24 November 2019

Bijak Mengelola Keuangan Pribadi dan Keluarga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain meningkatkan kecerdasan keuangan (financial intelligent) kita tiap waktu, salah satu masalah yang kerap kali menghampiri dalam pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga adalah latah keuangan. Jika ingin mengubah nasib keuangan, maka perlunya mengubah cara berpikir-tindakan-kebiasaan-karakter, sehingga nantinya nasib keuangan kita insya Allah juga ikut berubah.

Dalam tangga motivasi keuangan pribadi dan keluarga, pada tangga terdalam ada yang dinamakan financial emulation (latah keuangan), suatu kondisi yang menggambarkan tingkat motivasi terendah. Yaitu dorongan untuk berbuat sesuatu karena ikut-ikutan, karena sebuah tren yang tengah berkembang secara meluas.

Misalnya, ketika lagi berkembang investasi tanaman gelombang cinta, Si Latah Keuangan ikut-ikutan berinvestasi.

Begitu ada yang menawarkan 'bagi hasil' 10 persen per bulan atawa 120 persen per tahun dalam Program MMM, berbondong-bondong Si Latah Keuangan sebagai orang terdepan menjadi juru bicaranya.

Motivasi semacam ini mudah sekali tergoyahkan. Apalagi jika antara harapan dan kenyataan jauh panggang dari api.

Hal ini secara mendasar terjadi lebih banyak disebabkan karena adanya inferior kompleks yang tinggi. Atau ketidaktahuannya terhadap identitas diri (krisis jati diri).

Intinya Si Latah Keuangan selalu minder, rendah diri dan malu dengan dirinya sendiri dalam hal pengelolaan keuangan. Bagi yang sudah akut mengalami sindrom inferior kompleks ini, selalu merasa kalau dirinya itu kurang pintar, kurang berharga, kurang penting dibandingkan orang lain.

Pun dalam hal pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga. Alih-alih ingin agar dilihat lebih hebat dari orang lain dan menutupi kelemahan dirinya, yang terjadi malah berbalik semakin mengkerdilkan dirinya di hadapan orang lain secara keuangan.

Untuk itu agar tidak latah keuangan, berikut tipsnya:

1. Hargai berapapun uang yang kita miliki saat ini
Pada dasarnya uang itu tidak bisa ditahan-tahan keberadaannya di kantong. Semakin ditahan, maka semakin cepat pula keluarnya.

Yang bisa dilakukan adalah mengatur keuangan kita. Ketika dapat penghasilan/pendapatan, langsung bagi untuk kebutuhan masa paling depan, misalnya zakat/sedekah/perpuluhan/derma. Lalu kebutuhan masa lalu seperti utang, lalu kebutuhan masa depan seperti menabung dan investasi, baru akhirnya dihabiskan untuk kebutuhan masa sekarang. Dengan menghargai uang kita, sebenarnya kita sudah menghargai diri kita terlebih dahulu.

2. Hindari bersifat boros
Boros adalah berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang, harta dan sebagainya. Boros itu juga sifat setan yang perlu kita hindari.

Kenapa kita jadi boros? Karena sisi emosional mengalahkan sisi rasional. Akibatnya otak dipenuhi oleh keinginan sesaat, yang pada ujungnya nanti muncul penyesalan.

Bagaimana agar kita tidak boros? Mencatat secara detail, apa saja yang menjadi kebutuhan kita.

Pisahkan, mana yang keinginan apalagi keinginan sesaat. Dengan itu, prioritas keuangan pribadi dan keluarga akan lebih terjaga dari sifat boros. Intinya adalah selalu melihat dari perspektif kebutuhan, bukan sekedar keinginan.

3. Rencanakan belanja kita, jangan belanja dadakan
Apa yang membedakan belanja di awal dan di akhir ketika orang menerima gaji?Selisihnya bisa hingga dua kali lipat, jika tidak terencana. Jika belanja bulanan terencana, maka selain efisien juga belanja benar-benar sesuai kebutuhan.

Kebutuhan belanja dalam keluarga terbagi dalam tiga jenis, pertama, family and personal care, meliputi berbagai barang untuk keperluan mandi dan lain-lain. Kedua, fresh care, meliputi aneka sayuran, daging, susu dan lainnya. Ketiga, frozen care, meliputi beras, minyak, aneka jenis bumbu masak dan lainnya.

Jadi, selalu rencanakan apa yang akan kita kerjakan terkait kebutuhan pribadi dan keluarga kita.

Rencana itu sebaiknya tertulis, dan begitu akan ke super market atau mini market atau grosir tempat kita biasa belanja, bawa catatan kebutuhannya.

4. Hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt)
Orang yang tidak memahami cara uang bekerja, bisa dipastikan akan terjebak utang.
Karena konsumtivisme itu adalah keinginan yang melenakan, hingga akhirnya kita sadar tapi terlambat.

Utang dari sisi konsumen memang direncanakan untuk memudahkan. Jika hari ini kita tidak punya kendaraan bermotor, cukup DP Rp 500 ribu plus foto kopi kartu keluarga, hari ini atau besoknya kendaraan bermotor tersebut sudah nangkring di depan garasi rumah kita.

Begitu juga dengan barang-barang konsumtif yang lain. Pihak penyelenggara seperti leasing, bank, dan lainnya akan sangat senang ketika bisa meminjamkan uangnya.

Tetapi dari sisi konsumen yang tidak bijak, akan menambah masalah baru dalam kehidupannya. Apalagi jika total seluruh pinjaman kita itu melebihi angka 30 persen.

Artinya, kita sudah tidak sehat secara keuangan. Salah satu cara agar sehat keuangan adalah hindari utang, khususnya utang jelek (bad debt).

5. Hiduplah secukupnya
Idealnya kehidupan keuangan pribadi dan keluarga kita, ketika mendapakan penghasilan tidak boleh melebihi dari kebutuhan hidup dan gaya hidup kita. Kalaupun pendapatan aktif, produktif dan masif kita tinggi, usahakan gaya hidup dan kebutuhan hidup kita tetap. Sehingga ketika berapapun pendapatan kita, bisa 1, 2, 3 dan seterusnya, maka pengeluaran kita tetap satu.

Inilah yang disebut hidup secukupnya atau hidup semurah mungkin yang berarti kita bijak dalam pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga.

\
#GayaHidupProduktif #AgentOfChange #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Investasi Jangka Panjang

Menanamkan dana untuk investasi merupakan pilihan yang tepat untuk masa depan. Pilihan investasi jangka panjang bisa menjadi pilihan...