Rabu, 27 November 2019

Menakar Gaya Hidup Kaum Kelas Menengah Baru

“Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”
04 Juni 2019 , 08:15
 
Oleh Nugroho Pratomo*

Pada masa sekitar dekade 1980-an, Jalan Melawai dan sekitarnya di kawasan Blok M Jakarta Selatan, dikenal oleh para remaja di kala itu sebagai salah satu daerah tempat “nongkrong” yang asyik. Banyak remaja di masanya yang menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat untuk berkumpul terutama sepulang sekolah.

Wajar saja, karena pada tahun-tahun tersebut belum banyak dikenal pusat-pusat perbelanjaan atau yang biasa disebut dengan mal di Jakarta. Begitu terkenalnya kawasan tersebut, hingga para musisi juga menciptakan sebuah lagu yang berjudul “Lintas Melawai” yang dinyanyikan oleh Hari Moekti. Sebuah lagu yang menggambarkan fenomena sosial di Jakarta kala itu.

Seiring dengan perkembangan zaman, selanjutnya, sejak pertengahan dekade 1990-an hingga awal tahun 2000-an, kawasan Jalan Kemang di Jakarta Selatan, dikenal sebagai salah satu kawasan wisata. Banyak kafe, restoran, hotel, bermunculan. Karenanya pula, daerah tersebut semakin tumbuh dan dikenal oleh banyak kalangan.

Berbeda dengan kawasan Melawai, kawasan Jalan Kemang juga banyak dikenal oleh kalangan warga asing. Hal ini tidak mengherankan, karena di daerah tersebut juga tidak sedikit warga asing atau para ekspatriat yang tinggal di sekitar Kemang.

Tumbuhnya kawasan Kemang yang salah satunya ditandai oleh berjamurnya kafe tersebut, juga menarik perhatian para eksekutif muda. Para eksekutif muda dan para kelas menengah baru yang ketika itu mulai merasakan euforia bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, juga menjadikan kawasan Kemang sebagai salah satu tempat bertemu.

Banyak dari mereka (termasuk juga penulis) ketika itu, terutama pada saat akhir pekan, berkumpul dengan teman-teman di kafe-kafe sambil mendengarkan musik hidup (live music). Kebetulan ketika itu pula, telepon selular telah mulai banyak digunakan. Hal tersebut sedikit banyak, juga mempermudah komunikasi untuk membuat janji bersua di akhir pekan sepulang berativitas rutin di tempat kerja.

Seiring dengan perjalanan waktu, terjadi pula perubahan dalam struktur sosial dan ekonomi di masyarakat. Hal tersebut juga diikuti oleh perubahan gaya hidup. Semakin berkembangnya mal-mal di berbagai kota besar, penetrasi dari sejumlah coffee shop internasional, juga telah memaksa perubahan gaya hidup terjadi di tengah masyarakat. Masyarakat khususnya di kota-kota besar seringkali menghabiskan waktu luangnya untuk mengunjungi mal.

Sebagai sebuah sarana one stop service, mal memang telah memanjakan masyarakat dengan berbagai tawaran untuk terus berkonsumsi. Berbagai aktivitas mulai dari makan, berolahraga, menonton film dapat dilakukan di sana. Pendeknya, mal telah menjadi gaya hidup sebagian kelompok masyarakat, khususnya di kota-kota besar di Indonesia.  

Meski demikian, hal tersebut bukan berarti bahwa tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan di luar mal. Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan, perubahan sosial juga ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kesadaran atas kesehatan dan juga lingkungan. Hal ini sejalan dengan apa yang sering digambarkan oleh Maslow.

Perubahan sosial ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kegiatan yang pada akhirnya juga menuntut munculnya berbagai jenis permintaan baru. Bentuk-bentuk permintaan baru ini bagi sebagian kelompok masyarakat memang seringkali dilihat sebagai sebuah bentuk pemborosan. Namun pada saat yang bersamaan, hal tersebut juga berarti peluang bisnis baru. Tergantung pada bagaimana orang memaknainya.   

Waktu luang
Berbagai kegiatan sebagaimana digambarkan tersebut, pada dasarnya bukan hanya sekadar fenomena yang terjadi di Jakarta. Perilaku serupa juga banyak terjadi di kota-kota lain di luar Jakarta. Pola serupa bahkan sudah banyak terjadi di negara-negara lain. Terlebih di negara-negara industri/ maju.  

Kemunculan berbagai bentuk aktivitas seperti tersebut, pada satu sisi seringkali dinilai memberikan dampak yang negatif. Pendapat tersebut pada dasarnya memang cukup beralasan. Karena kebiasaan tersebut jelas berpengaruh pada pola konsumsi orang. Orang-orang seringkali dinilai cenderung akan lebih konsumtif, terlebih pada hal-hal yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan pokok manusia.

Namun pada saat yang bersamaan, perubahan pola konsumsi tersebut juga memberikan dampak yang negatif. Khususnya jika dilihat dari sisi ekonomi. Perubahan pola konsumsi, pada dasarnya juga merupakan potensi untuk terjadinya peningkatan konsumsi. Termasuk di dalamnya menciptakan jenis konsumsi baru. Artinya, terjadinya tuntutan untuk lebih kreatif dalam pemenuhan permintaan baru tersebut.

Dalam pandangan sosiologi ekonomi atau ekonomi institusional lama (old institutional economics), berbagai kegiatan untuk mengisi waktu luang itulah yang pada akhirnya melahirkan kelas menengah baru. Sebuah kelompok masyarakat yang dalam analisis struktur sosial seringkali dinilai sebagai kelompok yang memiliki potensi kemampuan untuk melakukan perubahan sosial di tengah masyarakat. Namun oleh Veblen kelas menengah tersebut dinamakan “leisure class”.  

Dalam karya klasiknya “The Theory of the Leisure Class”, Thorstein Veblen menjelaskan adanya sekelompok orang yang mencoba untuk menghabiskan waktunya dengan cara melakukan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk menikmati hidupnya bersama dengan kelompoknya. Veblen kemudian menyebutnya sebagai ‘conspicuous consumption’.  Conspicuous consumption adalah kegiatan mengonsumsi sesuatu hal tanpa ada tujuan yang pasti.

Namun demikian, melakukan tindakan konsumsi tanpa tujuan tersebut sebenarnya bukan berarti bahwa mengonsumsi tidak menimbulkan konsekuensi. Konsekuensi itulah yang seharusnya dapat ditangkap sebagai sebuah peluang bisnis. Dengan demikian, conspicuous consumption justru menjadi hal yang positif dilihat dari sisi produksi. Mencermati dari sisi produksi, maka sejumlah sektor ekonomi justru tumbuh dan berkembang dari kondisi di saat orang-orang mengisi waktu luang tersebut.  

Perjalanan
Salah satu cara untuk mengisi waktu luang adalah dengan melakukan perjalanan ke sejumlah tempat. Perkembangan teknologi khususnya di bidang transportasi dan telekomunikasi, memang memungkinkan hal itu terwujud. Terlebih berkembangnya berbagai bentuk media sosial memungkinkan promosi objek wisata atau suatu lokasi yang unik  menjadi jauh lebih mudah dan murah. Karena kenyataan menunjukkan bahwa pemasaran melalui instrumen media sosial, memang terbukti telah memberikan pengaruh yang besar. Terutama untuk menarik perhatian para wisatawan.   

Dalam kerangka memanfaatkan aktivitas pada waktu luang tersebut, industri perjalanan (tour & travel) tumbuh dan berkembang. Sektor bisnis ini justru menginginkan bahwa orang-orang memiliki waktu luang yang lebih banyak. Sehingga, waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas ‘jalan-jalan’ semakin panjang.

Kuliner
Berbeda dengan industri perjalanan, industri kuliner relatif lebih memanfaatkan waktu luang atau conspicuous consumption tersebut. Hal ini karena industri kuliner tidak terlepas dari kebutuhan dasar manusia, yaitu makan. Hal yang dibutuhkan hanyalah kemampuan untuk mengemasnya dalam bentuk tawaran yang lebih menarik. Dengan demikian aktivitas yang awalnya untuk memenuhi kebutuhan dasar (mengenyangkan diri), tidak lagi sebatas pada pemenuhan nafsu tersebut.

Salah satu caranya tentu kembali menjadikan pemenuhan kebutuhan tersebut sebagai sebuah gaya hidup. Akibatnya seperti yang kita sering jumpai di berbagai tempat.  Aktivitas makan, saat ini seringkali menjadi aktivitas sampingan ketimbang sebagai sebuah mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar.

Pada beberapa kalangan masyarakat, kegiatan tersebut justru hanya dijadikan alasan untuk mencapai tujuan lain. Misalnya, lobi. Undangan makan seringkali digunakan sebagai sebuah cara untuk melakukan negosiasi bisnis. Begitu pula apabila beberapa kelompok masyarakat membuat acara buka puasa bersama. Tujuannya jelas, lebih pada upaya untuk lebih mempererat silaturahmi.

Industri kebugaran
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan  masyarakat, maka terjadi pula perubahan status sosial serta gaya hidup. Salah satu dampaknya pu;a adalah semakin meningkatnya kesadaran tentang kesehatan. Hal tersebut pada akhirnya juga memberikan peluang tersendiri dalam pengembangan bisnis dan sektor ekonomi berbasis pada waktu luang.

Berkembangnya berbagai bisnis seperti fitness center, latihan yoga dan pilates di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar adalah salah satu indikatornya. Pada dasarnya industri ini tumbuh dan berkembang sebagai salah satu upaya menangkap adanya kebutuhan atas keinginan dari sejumlah kelas menengah baru di masyarakat yang mencari tempat untuk dapat mengolah tubuh mereka.

Namun pada saat yang bersamaan, para kelas menengah baru ini juga menginginkan tempat yang berlokasi strategis, semisal dekat 
dengan tempat tinggal atau kantor mereka. Karenanya, tidak mengherankan apabila lokasi-lokasi tempat kegiatan tersebut justru berada di mal-mal. Sekali lagi, dalam kemasan yang sedemikian rupa. Sehingga tidak lagi terlalu menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah sekadar fasilitas olahraga seperti yang biasanya didatangi oleh para atlet profesional.

Dalam perkembangannya, aktivitas olahraga para kelas menengah baru ini juga merambah kepada cabang-cabang olahraga lain seperti lari dan bersepeda. Lari maraton misalnya. Sebenarnya di Indonesia lari maraton telah lama dikenal tidak hanya sebatas salah satu cabang olahraga atletik. Sudah semenjak akhir dekade 1980-an, kegiatan lari maraton 10K menjadi kegiatan tahunan yang dilakukan oleh PB PASI di beberapa daerah, seperti Bali dan Jakarta. Kegiatan ini mendapat dukungan dari pemerintah ketika itu karena sebagai salah satu strategi mendorong pariwisata Indonesia.

Seiring dengan perkembangan kebiasaan para kelas menengah baru tersebut, kegiatan serupa kini semakin banyak. Para sponsor pun semakin beragam. Para sponsor ini melihat bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bentuk promosi yang potensial bagi produk mereka. Sehingga tren ini benar-benar dimanfaatkan oleh para produsen tersebut.   

Industri hiburan
Aktivitas lain yang dilakukan oleh kelas menengah baru atau kaum “new leisure class” ini adalah mencari penghiburan. Di antaranya adalah mendengarkan musik dan menonton film. Konser musik dan pemutaran film telah memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia di muka bumi ini. Hingga pada akhirnya sejumlah genre dalam musik dan film bermunculan seiring dengan selera dari para penggemarnya.

Mencermati aktivitas ini dalam kerangka mengisi waktu luang, hal tersebut pada satu sisi mungkin benar adanya. Terkhusus pada kelompok kelas menengah baru tersebut. Di tengah kesibukan rutin mereka, mendengarkan atau bahkan menonton konser musik atau film adalah bentuk ‘pelarian’ waktu mereka. Melalui berbagai aktivitas tersebut mereka berharap dapat melepas kepenatan yang selama ini mereka rasakan.      

Benarkah pemborosan?
Berangkat dari berbagai hal yang disampaikan sebelumnya, pertanyaan yang muncul kemudian, benarkah itu merupakan conspicuous consumption dan sekaligus tanpa tujuan atau makna? Bagi sebagian kelompok masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah, mungkin berbagai bentuk aktivitas tersebut adalah yang pemborosan.

Mengacu pada analisis Maslow, jelas pandangan tersebut dapat dimengerti. Karena pada lapisan masyarakat bawah, menonton konser musik atau film mungkin baru sebatas angan-angan. Sementara, kegiatan yang oleh kaum new leisure class disebut olahraga, bagi kalangan bawah adalah kegiatan yang menjadi keseharian hidup mereka. Sebagaimana menggotong karung beras yang beratnya sama dengan beban barbel di berbagai arena fitness.

Namun apabila mencermati kembali berbagai aktivitas para kelas menengah baru tersebut sesungguhnya adalah bentuk pengejawantahan atas apresiasi seni. Aktivitas makan misalnya, berkembangnya industri kuliner yang tidak semata memenuhi kebutuhan dasar manusia, telah pula memasukkan unsur seni. Bentuknya jelas, dapat dilihat dari berbagai bentuk cara penyajiannya. Volume makanan yang tidak banyak dan harga yang terkadang ‘fantastis’ namun dikemas dalam penyajian yang unik adalah hal yang semakin sering kita temui.

Begitu pula dengan berbagai kegiatan yang disebut dengan olahraga. Kemasan yang cantik dari berbagai event olahraga lari maraton, sesungguhnya menunjukkan bahwa kaum new leisure class telah memiliki pemaknaan baru atas aktivitas olahraga. Olahraga merupakan instrumen sosialisasi, yang telah menjadi bagian dari gaya hidup. Dimana gaya hidup adalah pengejawantahan atas apresiasi seni itu sendiri. Jadi, nikmatilah hidupmu kalau kau memang ingin masuk surga! Selamat menikmati libur lebaran....

*)Peneliti Visi Teliti Saksama 


#GayaHidupProduktif #AgentOfChange #sccaparkost #scc #aparkost #WeCreateAgentOfChange #WCAC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Investasi Jangka Panjang

Menanamkan dana untuk investasi merupakan pilihan yang tepat untuk masa depan. Pilihan investasi jangka panjang bisa menjadi pilihan...